ERA.id - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengaku, telah membatalkan 50 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Jumlah tersebut berpotensi bertambah.
Hal itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, Kamis (30/1/2025). Dia menyampaikan, kementeriannya mencatat ada 263 SHGB dan 17 SHM atas pagar laut yang terbentang sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang.
"Hak guna bangunannya 263 itu kalau ditotal jumlahnya 390,7985 hektare. Kemudian hak miliknya 17 bidang 22,9334 hektare," kata Nusron.
Dia menjelaskan, Kementerian ATR/BPN langsung mencocokan mana saja yang masuk dalam garis pantai dan yang berada di luar garis pantai. Menurutnya, lahan yang bisa disertifikasi hanya yang berada di garis pantai.
Sebab, jika berada di luar garis pantai maka dikategorikan dalam properti umum atau common property. Sementara yang berada di garis pantai termasuk properti pribadi atau private property.
"Nah, yang masuk di dalam common Property, mau tidak mau harus kita batalkan," kata Nusron.
"Sementara ini yang kita batalkan 50 bidang. Sementara ini. Dari 263 (SHGB) dan 17 (Sh, yang kita batalkan 50," sambungnya.
Sementara sisanya, Nusron mengakun masih dalam proses pencocokan oleh Kementerian ATR/BPN mana saja SHGB maupun SHM pagar laut yang berada di garis pantai dan di luar garis pantai.
Meski begitu, dia mengungkapkan ada potensi kementeriannya menambah jumlah SHGB dan SHM untuk dibatalkan. Sebelumnya, proses tersebut terhambat lantaran libur panjang Isra Miraj dan Imlek.
"Apakah nambah? Potensinya bisa nambah. Karena kita baru bekerja, praktis baru empat hari. Karena Selasa, kita umumin hari Senin, selasa, Rabu, Kamis, Jumat, empat hari. Kemudian libur, kita masuk hari ini. Selama empat hari, kita dapat 50 bidang tanah," kata Nusron.
Lebih lanjut, dia menambahkan, pihaknya juga bisa membatlkan apabila proses pembuktian juridiksi dan prosedurnya tidak betul.
"Pembatalan hak atas tanah bagi yang pertama proses pembuktian juridisnya tidak betul. Nomor dua, pembatalan hak atas tanah bagi yang prosedurnya tidak betul," ujar politisi Partai Golkar itu.