ERA.id - Bareskrim Polri menyatakan pihaknya akan mengusut kasus pagar misterius sepanjang lebih dari 30,16 kilometer (km) di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Pihaknya sudah mulai melakukan proses penyelidikan.
"Pada proses ini kami sampai saat ini kami masih melaksanakan penyelidikan dengan mengumpulkan berbagai barang bukti ataupun keterangan," kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan, Jumat (31/1/2025).
Jenderal bintang satu Polri ini menjelaskan Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan diterbitkan pada 10 Januari 2025. Untuk mengusut kasus ini, Bareskrim akan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian ATR/BPN.
Djuhandani belum mau mengungkapkan siapa saja saksi-saksi yang akan dimintai keterangan. Namun, saksi yang akan dimintai keterangan itu terkait dengan penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB).
"Kita akan memanggil tentu saja yang berkaitan dengan terbitnya SHGB, tentu saja itu kaitannya dengan lurah, dengan kementerian ataupun BPN, kita juga terus akan berkoordinasi dengan KKP," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Agararia dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkap asal usul status tanah pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Keberadaan tiang-tiang bambu sepanjang 30,16 kilometer itu belakangan menjadi polemik.
Menurutnya, semula status tanah itu berupa girik. Seiring berjalannya waktu, kepemilikan tanah berubah lewat program Pandaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Proses yang di Tangerang ini prosesnya adalah, dari girik menuju SHM (Sertifikat Hak Milik), dari SHM menuju SHGB, prosesnya itu menggunakan program PTSL," kata Nusron dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi II DPR, Kamis (30/1).
Sebagai informasi, girik merupakan bukti pembayaran pajak tanah di era kolonial sebelum BPN menerapkan sistem sertifikasi seperti saat ini.
"Rata-rata giriknya tahun 1982. Jadi ini tidak pemberian hak baru. Ini adalah konversi hak girik," kata Nusron.
Dia menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2022 Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, pihaknya hanya mengurusi HGB yang luasnya lebih dari 250 ribu meter persegi.
Sementara itu, SHGB dan SHM pagar laut Tangerang masuk kewenangan Kepala Kantor Pertanahan.
"Jadi kalau hak milik perorangan, tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 50 ribu meter, 5 hektare, dan tanah non-pertanian yang luasnya tidak lebih dari 5 ribu meter, itu adalah kewenangan mutlak dari kantor pertanahan. Jadi dalam hak ini adalah kewenangan mutlak dari Kantor Pertanahan Tangerang," paparnya.
Adapun setelah hak girik dikonversi melalui program PTSL, tanah tersebut akan diperiksa oleh panitia adjudikasi.
Panitia ini bertanggung jawab untuk memeriksa keabsahan girik, dan menentukan apakah wilayah itu bisa didaftarkan menjadi PTSL meski sudah berubah menjadi lautan.
Dalam kasus ini, jika ada penyalahgunaan tanah yang disertifikasi, maka menurut Nusron ini menjadi tanggung jawab panitia adjudikasi seluruhnya.
“Tapi kalau dia masuk program PTSL, yang paling bertanggung jawab adalah panitia adjudikasi,” kata politisi Partai Golkar itu.