ERA.id - Hak iminitas bagi jaksa dikkritisi. Dikhawatirkan para jaksa kebal terhadap pelanggaran tindak pidana.
Pakar hukum pidana dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Jimin Ginting pun menyoroti isi Pasal 8 Ayat (5) Undang-Undang Kejaksaan. Dalam aturan itu, disebutkan bahwa pemanggilan hingga penahanan terhadap jaksa hanya bisa dilakukan jika ada persetujuan dari Jaksa Agung.
"Hak imunitas Jaksa dalam sistem peradilan pidana yang saat ini kita diskusikan menuai kontroversi dipublik. Karena dikhawatirkan Jaksa punya kekebalan ketika melakukan suatu perbuatan pidana," ujarnya di Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Dia menilai, pasal terkait hak iminitas jaksa bisa dartikan bahwa aparat penegak hukumlain seperti polisi, hakim, dan laiinya bisa menundukan diri kepada Jaksa Agung.
"Bagaimana apabila terdapat Jaksa yang melakukan dugaan tindak pidana? bisa jadi kabur Jaksa tersebut apabila perlu ada izin Jaksa Agung terlebih dahulu," kata Jamin.
Oleh karenanya, Jamin menyebut adanya hak imunitas itu justru bisa berdampak negatif karena rentan terjadi penyalahgunaan wewenang secara berlebihan.
"Jadi tidak perlu ada izin Jaksa Agung karena secara otomatis perlindungan terhadap jabatan itu sudah ada. Apabila ada orang yang mencoba mengganggu bisa digunakan ketentuan perintangan penyidikan," jelasnya.
Sementara, anggota Masyarakat Hukum Pidana & Kriminologi Indonesia, Basuki menilai tidak adanya mekanisme yang detail dalam UU Kejaksaan berpotensi meningkatkan penyalahgunaan wewenang.
Sebab, sampai saat ini belum ada suatu alasan khusus yang membuat hak imunitas jaksa menjadi hal yang sangat mendesak dan dibutuhkan.
"Jaksa sudah difasilitasi oleh negara jadi cukup jaksa bekerja dengan profesional berdasarkan aturan hukum sudah cukup tanpa perlu adanya hak imunitas bagi jaksa," tuturnya.
Di sisi lain, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan PERADI Serang, Shanty Wildhaniyah menyebut adanya hak imunitas bagi seorang jaksa justru membuat rancu penegakan hukum di Indonesia.
Ia tidak menampik hak imunitas memang diperlukan ketika sedang menjalankan tugas dan profesi. Hanya saja, Shanty menyebut bukan berarti hak imunitas itu justru malah digunakan untuk bisa terlepas dari perbuatan pidana.
"Kalo melihat fenomena yang ada lebih banyak advokat yang dikriminalisasi dibandingkan dengan jaksa sehingga terlihat urgensi adanya hak imunitas ini tidak diperlukan," jelasnya.
Oleh sebab itu, dengan pelbagai potensi penyalahgunaan wewenang yang tinggi Shanty mendorong agar aturan hak imunitas yang diatur dalam UU Kejaksaan untuk dihapuskan.
"Hak imunitas ini berpotensi memberikan kekebalan hukum terhadap jaksa yang menyalahgunakan wewenang. Lebih baik hak imunitas bagi jaksa ini dihilangkan," tuturnya.