ERA.id - DPP PDI Perjuangan menuding penahanan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah politik. Sekaligus serangan terhadap partai.
Hal itu disampaikan Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025).
"Ini adalah penahanan politik. Dan ini adalah babak baru yang kami anggap menjadi serangan terhadap partai kami," katanya.
Dia mengatakan, penahanan hari ini juga membuktikan informasi bahwa Hasto memang ditargetkan untuk ditahan sebelum Kongres PDIP yang dijadwalkan pada April 2025 mendatang.
Sebab, peran seorang Sekjen sangat penting dalam sebuah organisasi partai politik.
"Penahanan ini adalah salah satu bagian dari operasi politik mengawut-awut partai," kata Ronny.
PDIP menilai, tidak ada urgensi untuk melakukan penahanan terhasap Hasto. Terlebih selama ini Hasto sudah bersikap kooperatif, dan di sisi lain sedang mengajukan praperadilan.
"Kalau alasan untuk melarikan diri, Mas Hasto tidak akan ke mana-mana dan selalu patuh dan datang setiap kali dipanggil. Sebagai Sekjen, beliau juga sedang sibuk mengerjakan banyak agenda partai, termasuk menyiapkan kongres. Jadi tidak mungkin akan lari," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto resmi ditahan terkait kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan. Ia akan menempati Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur selama 20 hari dan bisa diperpanjang sesuai kebutuhan penyidik.
Hasto dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sedangkan untuk perkara suap terkait PAW anggota DPR RI prosesnya bakal dilakukan secara stimultan. Sebab, surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan pada 23 Desember 2024 lebih fokus pada penerapan Pasal 21.