ERA.id - Advokat Maqdir Ismail mengusulkan penahanan tersangka dilakukan setelah adanya putusan pengadilan. Namun dikecualikan bagi tersangka yang tidak jelas identitasnya.
Usulan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR terkait Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025).
"Saya mengusulkan dan saya lebih cenderung penahanan itu boleh dilakukan sesudah ada putusan kecuali, ada kecualian misalnya terhadap orang-orang yang tidak terang alamatnya tidak jelas pekerjaannya," kata Maqdir.
Sedangkan untuk tersangka yang jelas identitasnya, sebaiknya ditahan setelah vonis pengadilan. Dia lantas mencontohkan politisi yang tersangdung kasus hukum.
Menurutnya, politisi yang ditetapkan sebagai tersangka memiliki identitas yang jelas. Sehingga tidak layak dilakukan penahanan sebelum ada putusan dari pengadilan.
"Orang-orang yang jelas tokoh politik rumahnya jelas gampang melihatnya mestinya tidak perlu kita lakukan penahanan apalagi belum ada bukti yang sangat substansial bahwa orang ini sudah melakukan kejahatan," kata Maqdir.
Menurutnya, Indonesia bisa mencontoh Belanda yang sudah menerapkan aturan tersebut. Lagipula, dia bilang, penahanan tersangka sebelum adanya putusan pengadilan hanya akan menimbulkan masalah lain, yaitu kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Akibatnya, kondisi lapas yang sudah penuh akan semakin sesak. Hal itu dinilai sudah melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Barangkali ini menjadi salah satu catatan yang perlu kita pikirkan. Sehingga tidak seperti sekarang, di mana lapas kita, bahkan rumah tahanan negara kita itu penuh sesak," kata Maqdir.
"Kan ada beberapa teman yang mengatakan bahwa orang disusun seperti sarden. Ini menurut hemat saya merupakan bentuk pelanggaran hak asasi kalau dibiarkan," sambungnya.