ERA.id - Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh mendesak gelar dokter yang disandang Priguna Anugerah Pratama dicabut. Priguna merupakan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (PPDS Unpad) yang memperkosa keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
"Harus dicabut," tegas Nihayatul kepada wartawan, Kamis (10/4/2025).
Politisi PKB itu mengecam pemerkosaab yang dilakukan Priguna. Terlebih tindakan bejat itu dilakukan di lingkungan rumah sakit dan pendidikan.
Dia mengatakan, kasus ini bentuk kegagalan rumah sakit dalam menjamin keamanan pasien. Lingkungan rumah sakit pendidikan seharusnya menjadi ruang aman bagi masyarakat khususnya perempuan.
"Komisi IX menilai bahwa kasus ini mencerminkan kegagalan dalam sistem pengawasan, pendidikan, dan perlindungan pasien di lingkungan rumah sakit pendidikan, dan perlu ditanggapi secara menyeluruh dan sistemik," kata Nihayatul.
Lebih lanjut, Komisi IX DPR akan memanggil Menteri Kesehatan, Pimpinan RSHS Bandung, Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Konsil Kedokteran Indonesia, serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dalam waktu dekat.
Pihaknya akan meminta klarifikasi atas kasus yang mencorong citra di bidang kesehatan.
"Langkah ini diambil untuk meminta klarifikasi, mengevaluasi sistem pembinaan dan pengawasan tenaga medis, serta memastikan kasus serupa tidak terulang di masa mendatang," ucapnya.
Kabar tindak asusila berupa pemerkosaan itu sebelumnya viral di media sosial. Seorang korban menceritakan peristiwa yang dialaminya lewat unggahan media sosial.
Di sisi lain, Polisi Daerah Jawa Barat mengungkap telah menangkap pelaku pelecehan seksual di RSHS Bandung sebelum Idulfitri.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Hendra Rochmawan mengatakan bahwa pelecehan tersebut terjadi pada 18 Maret 2025. PAP (31), katanya, melakukan aksinya saat korban dalam kondisi tidak sadarkan diri setelah disuntik cairan bius melalui selang infus.
"Pelaku meminta korban menjalani transfusi darah tanpa didampingi keluarga di Gedung MCHC RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) Bandung. Di ruang nomor 711, sekitar pukul 01.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dengan baju operasi dan melepas seluruh pakaian," ujar Hendra.
Hendra menjelaskan, tersangka PAP diketahui menyuntikkan cairan melalui infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Akibatnya, korban mengaku merasa pusing dan tidak sadarkan diri.
Peristiwa tersebut, katanya, terjadi saat korban sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis. Tersangka meminta korban melakukan transfusi darah sendirian dan tidak ditemani keluarganya.
"Setelah sadar sekitar pukul 04.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dan diantar ke lantai bawah. Saat buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tubuhnya yang terkena air," dia menerangkan.
Pihaknya telah memeriksa 11 orang saksi, termasuk korban, ibu dan adik korban, beberapa perawat, dokter, serta pegawai rumah sakit lainnya.
Dia juga menambahkan, penyidik saat ini sedang mendalami motif pelaku, termasuk kemungkinan adanya kelainan perilaku seksual yang akan diperkuat melalui pemeriksaan psikologi forensik.
"Sementara itu, sejumlah barang bukti, termasuk hasil visum dan alat kontrasepsi, telah diamankan untuk keperluan penyelidikan lanjutan," katanya.