Perkosaan Massal 98: Ditegaskan Habibie, Disangkal Fadli Zon

| 16 Jun 2025 17:55
Perkosaan Massal 98: Ditegaskan Habibie, Disangkal Fadli Zon
ILUSTRASI kasus pelecehan seksual yang malah menguatkan pelaku. (Wikimedia Commons/Nutsorelatable)

ERA.id - Tragedi kerusuhan Mei 1998, termasuk pemerkosaan massal kembali hangat setelah disangkal oleh Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon.

Dalam wawancara dengan IDN Times, Fadli menyebut menyebut bahwa tak ada bukti pemerkosaan massal dalam peristiwa Mei 1998. Selain itu, dia menyebut bahwa informasi tersebut hanyalah rumor dan tidak pernah dicatat dalam buku sejarah.

"Ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, dikutip Senin (16/6/2025).

Dalam keterangan tertulisnya, politisi Partai Gerindra itu juga membantah laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Menurutnya, laporan itu tidak menyertakan data yang solid.

Dia mengatakan, laporan TGPF terkait pemerkosaan massal 1998 hanya sebatas angka. Namun tidak menyertakan nama korban maupun pelaku, hingga tempat kejadian. "Laporan TGPF ketika itu hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku," kata Fadli.

Tak ada fakta-fakta yang kuat bahwa saat kerusuhan Mei 1998 terjadi pemerkosaan massal. Bahkan, liputan investigasi salah satu majalah juga tidak bisa membuktikannya. Makanya Fadli menilai bahwa tudingan adanya pemerkosaan massal harus hati-hati dan teliti. Sebab menurutnya, hal ini berkaitan dengan nama baik bangsa.

"Di sinilah perlu kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa. Jangan sampai kita mempermalukan nama bangsa sendiri," katanya.

"Berbagai tindak kejahatan terjadi di tengah kerusuhan 13-14 Mei 1998, termasuk kekerasan seksual. Namun terkait ‘perkosaan massal’ perlu kehati-hatian karena data peristiwa itu tak pernah konklusif," sambung Fadli.

B.J Habibie menyesal dengan perkosaan massal 98

Penyangkalan Fadli Zon terhadap peristiwa pemerkosaan massal di tengah kerusuhan Mei 1998, bertolak belakang dengan sikap pemerintah setelah Soeharto lengser.

Pada 15 Juli 1998, Presiden ke-3 RI B.J Habibie menyatakan peristiwa kelam yang melahirkan era reformasi. Negara, katanya, menyesali peristiwa pemerkosaan yang terjadi.

"Setelah saya mendengar laporan dari ibu-ibu tokoh Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dengan bukti-bukti yang nyata dan otentik, mengenai kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun juga di bumi Indonesia pada umumnya dan khususnya yang terjadi pada pertengahan bulan Mei 1998, menyatakan penyesalan yang mendalam terhadap terjadinya kekerasan tersebut yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia," kata Habibie, dikutip dari dokumen pernyataan Presiden Republik Indonesia.

Habibie, dalam pernyataannya itu, juga menegaskan komitmen pemerintah untuk proaktif memberikan perlindungan dan keamanan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menghindari terulangnya kasus serupa.

Dia menekankan bahwa peristiwa pemerkosaan massal pada Mei 1998 sebagai kejadian yang sangat tidak manusiawi dalam sejarah bangsa Indonesia.

Dalam pernyataannya, Habibie memita kerja sama dengan seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan segera melaporkan kepada aparat pemerintah jika melihat adanya kecenderungan terjadi kekerasan terhadap perempuan.

Habibie menulis pernyataan itu atas nama pemerintah, menegaskan mengutuk peristiwa tersebut.

"Oleh karena itu, saya atas nama pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia, mengutuk berbagai aksi kekerasan pada peristiwa kerusuhan di berbagai tempat secara bersamaan, termasuk kekerasan terhadap perempuan," kata Habibie.

Catatan Komnas Perempuan

Dikutip dari buku Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 yang diterbitkan pada November 1999, ada beberapa poin penting yang setidaknya bisa menjawab atau mengimbangi pernyataan Fadli.

Begini bunyinya:

Mungkin  para  pejabat  masih  hidup  dengan  kegemaran  lama: Menutupi  bahwa  peristiwa  itu  menang  terjadi,  karena  sampai  hari  ini belum  ada  laporan  tentang  peristiwa  perkosaan  di  seputar  kerusuhan kepada instansi pemerintah.

Soalnya sederhana:

Pertama, di  negeri  ini,  dan  di mana pun  juga,  ‘diperkosa’  adalah kondisi  yang  dianggap  sebagai  aib  atau  cacat  yang  sangat  besar.  Dan karenanya  para  korban  dan  keluarganya  niscaya  untuk  merahasiakan peristiwa yang menimpa dirinya.

Kedua, karena penderitaan fisik dan batin yang sangat berat, para korban dan saksi mata hanya akan bercerita, pun dengan susah payah,  kepada orang-orang yang sungguh  dia/mereka percaya.  Tiadanya  laporan kepada  instansi-instansi pemerintah , persis  menunjukkan sebuah  gejala bahwa selama ini instansi-instansi pemerintah tersebut tidak atau belum mendapat kepercayaan dari orang-orang yang mengalami peristiwa itu.

Ketiga, pada banyak kasus perkosaan di seputar kerusuhan itu, para pelaku perkosaan juga mengancam dan mengambil  KTP para  korban. Dengan demikian, memperkecil kemungkinan pengaduan atau laporan dari para korban. Rasa ‘aib’ makin ditekan oleh teror dan ancaman. Jadilah kebisuan.

Keempat, anggota Tim Relawan yang sering dihubungi oleh para korban dan saksi mata telah berulangkali menerima teror dan diancam agar tidak  meneruskan aktivitasnya dalam hal ‘mendengarkan’ dan ‘membantu’ para korban.

Di negeri ini, bahkan dalam suasana ‘reformasi’, berita dan mendengarkan dengan penuh simpati para korban perkosaan memang sudah dianggap sebagai bahaya.  Bahkan dalam suasana ‘reformasi’, mencari kebenaran telah dipaksa menjadi kegiatan subversi. Maka jangan heran apabila komunitas internasional memandang bangsa  Indonesia dengan sebelah mata, seperti  memandang  sekawanan  makhluk  barbar.

Jangan pula heran kalau investasi luar negeri tak juga mau  datang  ke Indonesia. Dari ‘tiadanya’ laporan perkosaan kepada instansi pemerintah, tidak bisa disimpulkan bahwa perkosaan itu tidak terjadi.

Rekomendasi