ERA.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan pihaknya menetapkan delapan orang sebagai tersangka baru kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari sejumlah bank pelat merah kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
"Penyidik berkesimpulan menetapkan delapan orang sebagai tersangka," kata Dirdik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo saat jumpa pers di kantornya, Selasa (22/7) dini hari.
Kedelapan tersangka baru itu, yakni:
1. Allan Moran Severino selaku Direktur Keuangan PT Sritex tahun 2006-2023;
2. Babay Farid Wazadi selaku Direktur Kredit UMKM dan juga Direktur Keuangan Bank DKI tahun 2019-2022;
3. Pramono Sigit selaku Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI tahun 2015-2021;
4. Yuddy Renald selaku Direktur Utama Bank BJB periode 2009-Maret 2025;
5. Benny Riswandi selaku Senior Executive Vice President Bank BJB 2019-2023;
6. Supriyatno selaku Direktur Utama Bank Jateng 2014-2023;
7. Pujiono selaku Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2017-2020;
8. Suldiarta Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2018-2020.
Nurcahyo mengungkapkan Kejagung mengusut kasus korupsi Sritex ini dengan membaginya menjadi dua klaster.
Klaster pertama terdiri dari tiga bank pembangunan daerah (BPD) yang memberikan kredit kepada Sritex, yakni Bank DKI, Bank Jateng, dan BJB. Dalam klaster ini, Kejagung telah menetapkan masing-masing orang yang bertanggung jawab dalam pemberian kredit sebagai tersangka.
Untuk klaster kedua, terdiri dari bank-bank sindikasi. "Satu lagi klaster yang kami masih melakukan penyidikan juga, yaitu terhadap pemberian kredit di dua bank, yaitu BNI, BRI dan LPEI. Kreditnya ini kredit sindikasi," jelas Nurcahyo.
Dari bank sindikasi ini, Nurcahyo mengakui belum ada tersangka yang dijerat. Dia mengungkapkan, proses pendalaman masih terus dilakukan.
Dia kemudian mengungkapkan peran-peran tersangka baru dalam kasus korupsi ini, yakni sebagai berikut.
1. Allan Moran Severino
- Sebagai penanggungjawab keuangan Perusahaan termasuk untuk urusan kredit ke pihak perbankan;
- Menandatangani permohonan kredit pada Bank DKI Jakarta;
- Memproses permohonan pencairan kredit dengan underlying berupa invoice fiktif;
- Menggunakan uang pencairan kredit dari Bank DKI tidak sesuai dengan peruntukannya (modal kerja), melainkan menggunakan uang pencairan kredit tersebut untuk melunasi hutang MTN (medium term note);
2. Babay Farid Wazadi
- Selaku pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu analisa kredit (MAK);
- Selaku Direksi Komite A2 (kewenangan Rp75-150 milyar) tidak mempertimbangkan adanya kewajiban medium term note PT. Sritex pada BRI yang akan jatuh tempo;
- Tidak meneliti pemberian kredit PT. Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank;
- Memutus pemberian kredit PT. Sritex dengan fasilitas jaminan umum tanpa kebendaan walapun PT. Sritex tidak termasuk kategori debitur prima.
3. Pramono Sigit
- Selaku pejabat pemegang kewenangan memulus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK;
- Selaku Direksi Komite A2 (kewenangan Rp75-150 miliar) tidak mempertimbangkan adanya kewajiban medium term note PT Sritex pada BRI yang akan jauh tempo;
- Tidak meneliti pemberian kredit PT Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank;
- Memutus kredit PT Sritex dengan fasilitas jaminan umum tanpa kebendaan walaupun PT Sritex tidak termasuk kategori debitur prima;
4. Yuddy Renaldi
Merupakan Komite Kredit Komite Pemutus untuk memberikan penambahan plafon kredit kepada PT Sritex sebesar Rp350 miliar. Walaupun ia mengetahui dalam rapat komite kredit pengusul MAK, menyampaikan jika PT Sritex dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan kredit existing sebesar Rp200 miliar, dan pada saat itu MTN PT Sritex akan jatuh tempo sehingga diusulkan pemberian kredit baru akan disetujui setelah PT Sritex membayar MTN yang jatuh tempo;
5. Benny Riswandi
- Tersangka BR selaku Komite Kredit Kantor Pusat IV (KK-KP IV) memiliki kewenangan untuk memutus nilai kredit modal Rp200 miliar, tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai komite kredit sesuai dengan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, and condition);
- Dalam melakukan evaluasi permohonan kredit yang diajukan PT Sritex, Benny tidak pernah melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh Analisis Kredit, Divisi Bisnis dan Divisi Credit Risk maupun pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial. Namun Benny hanya percaya terkait pemaparan yang disampaikan Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial, sedangkan untuk pemberlakuan jaminan dengan clean basis atau tanpa jaminan fisik yang semata-mata hanya didasarkan pada keyakinan yaitu PT Sritex telah go public selama tiga tahun dan laporan keuangan selalu baik, sedangkan tersangka mengetahui jika PT Sritex mengalami penurunan produksi dan penurunan ekspor serta peningkatan kewajiban karena memiliki kredit di beberapa Bank sesuai yang tertera dalam SLIK OJK.
6.Supriyatno
- Selaku pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK;
- Tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT Sritex;
- Menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut beresiko;
- Menyetujui dan menandatangani usulan memorandum analisa kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran laporan keuangan audited PT Sritex 2016-2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut;
- Tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit.
7. Pujiono
Hampir sama dengan Supriyatno, Pujiono juga merupakan sosok yang berperan dalam memutus pemberian kredit kepada Sritex. Namun dia juga tak melakukan analisa dan evaluasi kepada Sritex sebelum kredit diberikan.
8. Suldiarta
- Tidak memastikan terselenggaranya kegiatan operasional Bank yang sesuai dengan manajemen risiko dan melaksanakan kegiatan pengelolaan manajemen risiko oleh seluruh unit kerja Bank Jateng;
- Kajian risiko tidak ditindaklanjuti oleh Analis Kredit melalui mekanisme Trade Checking dan dalam menyusun analisa kredit dibuat dengan data yang tidak diverifikasi dan diyakini kebenarannya terkait data buyer dan supplier data keuangan, sehingga analis belum melakukan perhitungan repayment capacity (kemampuan peminjam untuk memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman, termasuk pokok dan bunga, sesuai jadwal yang telah disepakati);
- Menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data- data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut;
- Tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit;
- Tidak menyusun analisa kredit penyediaan dana lainnya atas dasar data yang diterima dan diverifikasi serta diyakini kebenarannya;
- Menandatangani Surat Pemberitahuan Persetujuan Limit Supply Chain Financing PT Sritex.
"Bahwa akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten; PT Bank DKI Jakarta dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sritex telah mengakibatkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp1.088.650.808.028 (Rp1,08 triliun)," ungkapnya.
Kedelapan tersangka ini ditahan. Mereka semua dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, sebelumnya Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka yakni:
- Mantan Dirut Sritex, Iwan Setiawan Lukminto;
- Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB tahun 2020, Dicky Syahbandinata;
- Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, Zainuddin Mappa.
Foto istimewa