Prabowo Heran Indonesia Sempat Dipukul Kelangkaan Minyak Goreng pada Zaman Jokowi

| 15 Aug 2025 09:38
Prabowo Heran Indonesia Sempat Dipukul Kelangkaan Minyak Goreng pada Zaman Jokowi
Presiden RI, Prabowo Subianto. (FB Prabowo Subianto)

ERA.id - Presiden Prabowo Subianto merasa heran dengan kelangkaan minyak goreng, yang sempat terjadi saat Jokowi menjabat presiden. Keheranan itu dipicu sebab Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia.

"Kekuatan suatu negara terletak bagaimana negara itu bisa menguasai dan mengelola kekayaan. Karena itu kita berani koreksi apabila kita telah mengambil langkah yang keliru. Sungguh aneh, negara dengan produksi kelapa sawit terbesar di dunia pernah mengalami kelangkaan minyak goreng," kata Prabowo dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR 2025, di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Ia menilai kondisi tersebut sebagai hal yang tidak masuk akal dan berkaitan dengan praktik manipulasi yang merugikan kepentingan masyarakat.

Prabowo menyebut fenomena kelangkaan itu berlangsung selama berminggu-minggu bahkan hingga beberapa bulan. Sekadar diketahui, kelangkaan minyak goreng itu sempat memukul masyarakat pada 2022 silam. Waktu itu, Presiden Jokowi sampai dibuat pusing.

"Dan ternyata memang, itu ternyata adalah permainan manipulasi yang tadi sudah disinggung ketua DPR, yang saya beri nama serakahnomics. Negara produksi kelapa sawit terbesar di dunia, berminggu-minggu, hampir berapa bulan, kelapa sawit langka," ucap dia.

Keanehan serupa, lanjutnya, juga terjadi pada sektor pangan lainnya. Pemerintah telah memberikan berbagai subsidi, mulai dari pupuk, alat pertanian, pestisida, irigasi, hingga beras, namun harga pangan tetap sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat.

Ia menilai permasalahan tersebut mencerminkan adanya distorsi dalam sistem ekonomi nasional. Ia menegaskan, amanat Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 33 ayat 1, 2, dan 3, telah diabaikan, seolah tidak lagi relevan dalam kehidupan modern saat ini.

"Keanehan-keanehan ini bisa terjadi karena ada distorsi dalam sistem ekonomi kita, adanya penyimpangan, bahwa sistem ekonomi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, terutama di pasal 33 ayat 1, 2, dan 3, telah kita abaikan, seolah-olah ayat-ayat dalam pasal itu tidak relevan dalam kehidupan kita yang modern di abad ke-21 ini," ujar dia.

Rekomendasi