ERA.id - Sehabis rakyat marah dan demonstrasi besar terjadi di mana-mana, Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun langsung mengusulkan penurunan tarif PPN dari 11 persen menjadi 10 persen. Ide itu dianggap bisa meringankan beban rakyat.
"Tarif PPN yang lebih rendah akan mendorong konsumsi masyarakat dan permintaan barang. Kondisi ini akan ikut mendongkrak produktivitas di sektor riil," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu silam.
Ia menilai walau penurunan PPN dari 11 persen menjadi 10 persen tidak akan berdampak signifikan, namun pengurangan ini dapat tertutupi kenaikan volume transaksi ekonomi.
Bahkan, ia mengusulkan agar beberapa produk turunan pertanian yang sudah terkena PPN diberi tarif delapan persen. Menurutnya, langkah ini sekaligus memperkuat hilirisasi serta mendukung industrialisasi sektor pertanian.
"Itu bisa menguatkan hilirisasi dan industrialisasi sektor pertanian. Langkah ini pasti memberi dampak tekanan pada penerimaan negara,” ujarnya.
Ia menambahkan, konsumsi masyarakat harus terus dijaga agar daya beli tetap kuat. Karena itu, DPR siap mendukung setiap kebijakan yang bisa mempertahankan kekuatan konsumsi rakyat.
Pajak masih bisa diturunkan
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai pemerintah mesti mengembalikan kepercayaan masyarakat, pasar, dan investor global. Sebab jika tidak dihadapi dengan tepat, kondisi dalam negeri yang tidak stabil ini akan mempengaruhi kegiatan perdagangan terutama ekspor Indonesia ke pasar luar negeri.
“Begitu juga akan mempengaruhi ekspor, misalnya kenaikan biaya logistik karena penutupan jalan ketika demo terjadi, biaya asuransi ekspedisi naik, hingga penyesuaian ongkos produksi karena fluktuasi nilai tukar,” ujar Bhima, Selasa kemarin.
Bhima menilai pemerintah juga perlu membentuk tim independen untuk memenuhi aspirasi dan tuntutan masyarakat, karena sangat berkaitan dengan masalah perekonomian.
“Pertama, soal reformasi pajak yang dirasa tidak adil karena besarnya beban yang dirasakan kelompok menengah ke bawah. PPN harusnya sudah diturunkan dari 11 persen jadi 8 persen agar daya beli tidak semakin merosot. Segera dorong pembahasan Pajak Kekayaan atau wealth tax kalau perlu menggunakan Perpu,” kata Bhima.
Lebih jauh, Bhima juga menyarankan untuk menutup kebocoran pajak industri ekstraktif, alih-alih mengejar warung eceran. “Investor akan membaca bahwa kenaikan target pajak 13 persen tahun 2026 tanpa perluasan basis pajak sama saja melemahkan pendapatan pelaku usaha dan konsumen dalam negeri,” ujarnya.
Selanjutnya, Bhima menyarankan pemerintah membentuk komite remunerasi gaji dan tunjangan pejabat tinggi yang independen. “Ketiga, reshuffle kabinet khususnya tim ekonomi yang tidak punya senses of crisis,” kata Bhima.
“Keempat, rombak total RAPBN 2026. Hentikan efisiensi anggaran daerah dan pangkas alokasi anggaran pertahanan keamanan. Porsi anggaran untuk pertahanan keamanan bisa digeser ke stimulus yang menyasar langsung daya beli kelompok menengah dan bawah,” imbuhnya.