Ada Luhut di Balik Kisruh Bandara IMIP Morowali dan Investasi China

| 03 Dec 2025 08:21
Ada Luhut di Balik Kisruh Bandara IMIP Morowali dan Investasi China
Luhut Binsar Pandjaitan. (Amnesty Internasional)

ERA.id - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku bertanggung jawab soal polemik yang ditimbulkan kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah.

Terlebih setelah Bandara IMIP di Morowali membuat Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, berang, karena dianggap menabrak banyak aturan secara teknis.

“Sebagai mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, saya bertanggung jawab atas perencanaan dan pengembangan investasi nasional selama kurang lebih sebelas tahun,” ungkap Luhut dalam keterangannya di Jakarta, Senin silam.

"Mengenai izin pembangunan lapangan terbang (IMIP), keputusan diambil dalam rapat resmi. Fasilitas lazim diberikan kepada investor. Kalau mereka berinvestasi USD20 Miliar, wajar mereka meminta fasilitas tertentu selama tidak melanggar ketentuan nasional."

Luhut melanjutkan, bandara itu hanya melayani pelayanan domestik yang memang tak memerlukan Bea Cukai atau Imigrasi sesuai aturan perundang-undangan.

Ia mengungkapkan kala itu melihat perlunya perubahan besar agar Indonesia mendapatkan nilai tambah yang lebih baik dari sumber daya, termasuk gagasan soal hilirisasi, yang sudah ia pikirkan sejak menjabat di Kementerian Perindustrian dan Perdagangan pada tahun 2001.

“Salah satu tonggak awalnya adalah pembangunan kawasan industri Morowali yang dimulai pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan pada era Presiden Joko Widodo. Dari situlah lahir pemikiran bahwa Indonesia tidak boleh terus mengekspor bahan mentah,” ujar dia.

Namun, Luhut mengakui bahwa mendatangkan investor asing bukan hal yang mudah. Setelah mempelajari kesiapan negara-negara dari segi investasi, pasar, dan teknologi, hanya Tiongkok yang siap dan mampu memenuhi kebutuhan Indonesia.

“Atas izin Presiden Joko Widodo, saya bertemu Perdana Menteri Li Qiang untuk menyampaikan permintaan Indonesia agar Tiongkok dapat berinvestasi dalam pengembangan industri hilirisasi,” katanya.

Ia menyampaikan, hilirisasi nikel dimulai dari penghentian ekspor nikel ore, yang sebelumnya hanya menghasilkan sekitar 1,2 miliar dolar AS per tahun.

“Namun setelah melalui pembahasan mendalam, saya mengusulkan secara formal hilirisasi kepada Presiden (Joko Widodo). Saya sampaikan bahwa dua hingga tiga tahun pertama akan berat, tetapi setelah itu manfaatnya akan terlihat jelas,” ujar Luhut.

Dalam waktu satu bulan, Tiongkok menyatakan siap bekerja sama. Dari situ, hilirisasi di Morowali mulai berjalan, dari nikel ore menuju produk bernilai tambah seperti stainless steel, precursor, dan cathode yang hari ini digunakan di berbagai industri global.

Tahun lalu, ekspor sektor ini mencapai 34 miliar dolar AS dan akan meningkat menjadi 36-38 miliar dolar AS pada tahun ini.

“Tentu dalam perjalanannya terdapat banyak tantangan. Tetapi setiap keputusan kami buat melalui proses yang terpadu, transparan, dengan perhitungan untung-rugi yang jelas, dan yang menjadi titik pijak utama saya adalah kepentingan nasional,” ujar Luhut.

Dalam setiap kerja sama investasi strategis, terdapat sejumlah ketentuan yang kami tetapkan dan sampaikan kepada Tiongkok untuk memastikan bahwa investasi tersebut membawa manfaat maksimal bagi Indonesia.

Ketentuan-ketentuan ini berlaku bagi seluruh mitra internasional, termasuk China, dan menjadi landasan dalam setiap proses negosiasi, seperti penggunaan teknologi terbaik, pemanfaatan tenaga kerja lokal, pembangunan industri terintegrasi dari hulu ke hilir, dan transfer teknologi serta capacity building.

Rekomendasi