Alasan Data COVID-19 Penting Diumumkan Setiap Hari

| 23 Jul 2020 10:01
Alasan Data COVID-19 Penting Diumumkan Setiap Hari
Wiku Adisasmito (BNPB/ Dume Harjuti)

ERA.id - Pemerintah tak lagi mengumumkan jumlah kasus harian COVID-19 dan menggantinya dengan kabar baik saja. Hasil survei Charta Politika menunjukkan sebanyak 40,9 persen responden menyatakan pemerintah tak terbuka soal rilis data COVID-19.

Anggota Komisi IX DPR Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mempertanyakan alasan Satuan Tugas COVID-19 tidak lagi mengumumkan data harian melalui siaran publik, melainkan mengarahkan masyarakat untuk membaca langsung lewat laman www.covid19.go.id.

Menurutnya, pengumuman jumlah harian pasien positif, sembuh, meninggal, hingga ODP dan PDP maupun OTG melalui internet tidak bisa menjangkau seluruh masyarakat. Sebab, masih ada daerah-daerah yang kesulitan mengakses jaringan internet.

"Belum tentu semua masyarakat punya akses kepada internet dan website terutama mereka yang ada di daerah-daerah. Tapi kalau diumumkan di televisi mereka bisa tahu dan nonton sendiri," ujar Saleh saat dihubungi, Rabu (22/7/2020).

Saleh mengatakan, data-data jumlah penambahan kasus COVID-19 baik positif, sembuh, meninggal, ODP, PDP, maupun OTG harusnya diumumkan setiap hari. Bahkan, jika perlu paparkan juga daerah-daerah dengan zonasi warna yang sudah dipetakan oleh pemerintah.

Baca juga: 99 Daerah Kini Jadi Zona Hijau COVID-19

Keterbukaan data dengan cara mengumumkan secara gamblang, kata Saleh kerap dilakukan negara-negara lain agar masyarakatnya bisa menjadi lebih waspada.

"Boleh saja kan sebetulnya (pengumumkan data), apa yang mesti disembunyikan dari situ," kata Saleh.

Politisi PAN ini mengaku khawatir jika pengumuman harian yang biasanya dibacakan oleh Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto justru tidak lagi disampaikan oleh Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito. Menurutnya, penyampaian informasi ini juga menjadi salah satu langkah untuk membuat masyarakat menjadi sadar akan bahaya COVID-19.

Saleh menambahkan, jika hanya angka kesembuhan yang disampaikan, masyarakat bisa jadi tidak peduli dengan penyebaran dan bahaya COVID-19.

"Kalau hanya itu yang digambarkan, masyarakat nanti justru merasa tenang-tenang saja, tidak ada masalah jadi nanti protokol kesehatannya ditinggalkan. Mereka juga jadi tidak takut mendatangi keramaian, tidak jaga jarak lagi ketika naik transportasi umum, KRL dan bus serta banyak hal lainnya yang saya kira berdampak tidak baik," ujarnya.

Epidemiolog dari Universitas Griffith University Australia Dicky Budiman juga mengatakan, penambahan jumlah kasus COVID-19 harian harus tetap dibacakan seperti biasa. Karena hal ini penting untuk mengendalikan pandemi COVID-19 di Indonesia.

"Transparansi dan kepercayaan adalah komponen penting dalam mendukung keberhasilan program pengendalian pandemi," kata Dicky saat dihubungi.

Menurutnya, tidak tepat jika pemerintah hanya mengumumkan kabar baik saja seperti persentase kesembuhan tinggi dan peralihan zonasi wilayah penyebaran kasus. Informasi data harian baik kasus positif, sembuh, dan meninggal harus tetap diumumkan.

"Komunikasi yang baik tidak berarti harus selalu menyampaikan kabar baik saja," tegas Dicky.

Sebelumnya, saat menjalankan tugasnya sebagai Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito tidak membacakan kasus harian seperti yang rutin disampaikan oleh Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto. 

"Terjadi perubahan pengumuman kasus COVID-19 harian yang sebelumnya disampaikan oleh Dirjen P2P Kemenkes dr Achmad Yurianto selanjutnya update kasus harian dapat langsung dilihat di portal www.covid19.go.id," kata Wiku saat konfrensi pers, Selasa (21/7/2020).

Wiku hanya memaparkan sejumlah kabar baik seperti pemetaan zona wilayah yang masuk dalam kategori tinggi, sedang, rendah, tidak ada kasus baru, dan tidak terdampak, serta mengumumkan persentase angka kesembuhan nasional yang ada di angka 54,47 persen.

Sedangkan kabar buruk seperti jumlah penambahan kasus harian, jumlah pasien yang meninggal seperti yang kerap disampaikan oleh Achmad Yurianto tidak dibacakannya.