LGN Berharap Ganja Bisa Kembali Menjadi Tanaman Obat Binaan

| 01 Sep 2020 09:23
LGN Berharap Ganja Bisa Kembali Menjadi Tanaman Obat Binaan
Syahrul Yasin Limpo (Era.id)

ERA.id - Ketua Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Dhira Narayana meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menerbitkan kembali Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian. Sebabnya, di dalam Kepmentan tersebut mencantumkan ganja (cannabis sativa) sebagai komoditas tanaman obat binaan.

"Kami sangat berharap agar Bapak Syahrul Yasin Limpo untuk kembali menetapkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 104 Tahun 2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian yang memposisikan ganja sebagai komoditas tanaman obat," ujar Dhira melalui keterangan tertulisnya, Selasa (1/9/2020).

Dhira mengaku sangat menyesalkan penarikan kembali keputusan tersebut. Padahal, sebelumnya ia mendapatkan kabar baik ganja boleh dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Kebijakan itu diapresiasi meskipun dicabut kembali.

Selama ini, LGN diketahui sebagai salah satu kelompok yang mendorong legalisasi ganja karena memiliki berbagai manfaat. Salah satunya dalam bidang medis, yaitu untuk kemoterapi bagi penderita kanker.

Dalam situasi seperti ini, Dhira mengharapkan pihak-pihak terkait bisa saling bahu membahu dan melihat situasi ini sebagai sebuah terobosan yang baik untuk kemajuan kita sebagai sebuah bangsa. Dia lantas mencontohkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang telah lebih dahulu meneliti dan memanfaatkan ganja untuk tujuan pengobatan.

"Banyak sekali warga masyarakatnya yang dapat tertolong," kata dia.

Sebelumnya, jagat Twitter sempat semarak dengan adanya kabar ganja boleh ditanam tanpa perlu takut dicokok Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polisi lewat. Kepmentan Nomor 104 Tahun 2020 yang diteken Mentan Syahrul Yasin Limpo pada 3 Februari 2020. 

Di dalamnya menyebutkan ganja masuk dalam daftar komoditas tanaman obat di bawah binaan Direktorat Jenderal Hortikultural Kementan. Tapi kebijakan itu tak berlangsung lebih dari 1×24 jam. Sebabnya, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Tommy Nugraha mengatakan Kepmentan Nomor 104 Tahun 2020 tersebut sementara dicabut untuk dikaji kembali dengan BNN, Kementerian Kesehatan, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

"Menteri Pertanian konsisten dan mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Kepmentan 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait," kata Tommy melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (29/8/2020).

Tommy menambahkan bahwa masuknya ganja bukan hal baru, karena sudah ditetapkan sejak 2006. Penetapan tanaman ganja yang termasuk dalam psikotropika ini sudah diatur dalam Kepmentan Nomor 511 Tahun 2006 oleh Menteri Pertanian periode 2004-2009 Anton Apriantono pada 12 September 2006.

Pada tahun 2006, pembinaan yang dilakukan adalah mengalihkan petani ganja untuk menanam tanaman produktif lainnya. Sementara pengaturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat, hanya bagi tanaman ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis atau ilmu pengetahuan, dan legal sesuai Undang-Undang Narkotika.

Artinya, penanaman ganja sudah bisa dilakukan untuk kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan tertentu, asal pengembangannya sesuai UU. 

Rekomendasi