ITAGI Sebut Usul Sertifikat Vaksinasi COVID-19 Agar Bebas Bepergian Akan Jadi Masalah

| 19 Jan 2021 18:15
ITAGI Sebut Usul Sertifikat Vaksinasi COVID-19 Agar Bebas Bepergian Akan Jadi Masalah
Ilustrasi tes COVID-19 (Dok. Antara)

ERA.id - Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) meminta pemerintah Indonesia untuk tidak mengeluarkan aturan yang membebaskan masyarakat yang sudah divaksinasi COVID-19 bebas bepergian tanpa swab test PCR. Hal ini merespon wacana dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin soal sertifikat digital sebagai insentif bagi para penerima vaksin COVID-19.

Ketua ITAGI Sri Rezeki mengatakan, hingga saat ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) masih mengkaji dan belum memperbolehkan aturan tersebut diberlakukan.

"Dikatakan kalau sudah diimunisasi nanti tidak perlu di-swab lagi deh kalau mau pergi, mau naik pesawat. Apakah itu betul? Ini yang menjadi masalah. Kalau kita baca seruan WHO, WHO belum mengatakan iya. Ini masih perlu dikaji," ujar Sri dalam rapat kerja degan Komisi IX DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/1/2021).

Sri menjelaskan, pembentukan antibodi pasca vaksinasi memerlukan waktu minimal dua bulan. Selain itu, antibodi baru akan terbentuk sempurna jika seseorang sudah menerima dua kali suntikan vaksin.

"Kalau cuma disuntik sekali itu tidak akan ada artinya. Jadi harus betul-betul dua kali suntikan," kata Sri.

"Dan kadar antibodi maksimal itu baru dicapai sekitar 10 atau 14 hari setelah dosis kedua sampai satu bulan. Berarti ini masih perlu dua bulan untuk satu orang mempunyai yakin betul antibodi saya maksimal," imbuhnya.

Hal itu pun, kata Sri masih menjadi masalah. Sebab, program vaksinasi COVID-19 yang dicanangkan pemerintah tidak dilakukan serentak, melainkan bertahap. Artinya, masih ada kemungkinan terinfeksi karena masih ada orang lain yang belum mendapatkan vaksin.

Oleh sebab itu, Sri menyarankan agar wacana memberikan sertifikat digital yang memudahkan orang bepergian tanpa swab test PCR jika sudah divaksin tidak ditindaklanjuti sebelum ada keputusan dari WHO.

"Kita kan vaksinasinya bertahap, tentunya ada yang kita sebut infection rate, orang-orang yang masih berkeliaran yang masih belum divaksin dan dia menderita OTG itu kan masih menularkan. Jadi ini yang jadi pemikiran untuk tidak mengeluarkan dulu (sertifikat digital)," tegas Sri.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merencanakan akan memberikan sertifikat kepada masyarakat yang sudah menerima vaksinasi COVID-19. Sertifikat tersebut nantinya dalam bentuk digital.

Menurut Budi, pemberian sertifikat ini sebagai bentuk sosialisasi agar masyarakat bersedia divaksinasi. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu lagi menggunakan narasi denda agar masyarakat mau menerima vaksin COVID-19.

Sertifikat digital itu, kata Budi, memiliki keuntungan yaitu memudahkan masyarakat yang sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 untuk bepergian tanpa harus rapid test antgen maupun swab test PCR.

"Sehingga kalau beliau terbang atau pesan tiket di Traveloka tidak usah menunjukan PCR test atau antigen. Dengan menggunakan elektronik health certification itu dia langsung bisa lolos dan itu terintegrasi," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/1/2021).

Rekomendasi