ERA.id - Presiden Joko Widodo telah meneken sejumlah aturan turunan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satunya adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Belakangan Perpres tersebut menjadi polemik. Sebab, di dalamnya tercantum izin investasi untuk industri minuman keras (miras) dari skala besar hingga pedagang eceran.
Sejumlah Fraksi di DPR RI seperti PKS, PPP, dan PKS lantas melakukan penolakan atas Perpres tersebut. Alasannya pun beragam namun senada, yaitu miras lebih banyak membawa mudarat ketimbang manfaat.
Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyebut, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut harus direvisi. Dia mendesak agar aturan pemberian izin investasi miras dikeluarkan.
"Harus direview dan dikaji serius. Saya yakin betul bahwa manfaat dari investasi dalam bidang industri miras sangat sedikit. Sementara mudaratnya sudah pasti lebih banyak," ujar Saleh dalam keterangan tertilis yang dikutip Senin (1/3/2021).
- Meninggal Dunia, Siapa Artidjo Alkostar, 'Algojo' yang Ditakuti Koruptor?
- Kecewa Jokowi Restui Investasi Miras, MUI: Bangsa Ini Jadi Objek Ekploitasi Pemerintah
- Imam Masjid di Pakistan dan Putranya Tewas Ditembak Kelompok Bersenjata
- Dokter Paru Bagikan Tips Bagi Penderita COVID-19 yang Sedang Isolasi Mandiri
"Itu makanya perlu direview. Kalau perlu, perpres tersebut segera direvisi. Pasal-pasal tentang mirasnya harus dikeluarkan," imbuhnya.
Saleh menyangsikan aturan yang tertuang dalam Pilpres tersebut dapat dijalankan dengan baik. Misalnya, apakah ada jaminan jika miras tidak didistribusikan ke daerah lain, meskipun dalam aturan investasi miras hanya diperbolehkan di sejumlah daerah saja.
Untuk diketahui, dalam lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tercantum persyaratan khusus untuk investasi miras.
Salah satunya hanya baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua Barat. Itu pun harus dengan memperhatikan budaya dan karifan lokal.
"Kalau dikatakan bahwa investasi miras hanya diperbolehkan di beberapa provinsi, pertanyaannya apakah nanti miras tersebut tidak didistribusikan ke provinsi lain? Sedangkan sekarang saja dimana belum ada aturan khusus seperti ini, perdagangan miras sangat banyak ditemukan di tengah masyarakat. Dengan perpres ini, tentu akan lebih merajalela lagi," ucap Saleh.
Saleh juga mengkritik soal diperbolehkannya investasi miras bagi pedagang dan pedagang eceran. Hal itu, menurutnya, sangat berbahaya. Sebab dapat memicu maraknya miras oplosan dan palsu. Argumen lainnya yang dilontrkan Saleh, sebagian masyarakat Indonesia menolak adanya miras karena kerap memicu tindakan kriminlitas.
Sedangkan jika pemerintah berlasan investasi miras dapat mendatangan devisa, menurut Saleh hal itu perlu dikaji kembli. Dia meyakini, devisa yang dihasilkan tidak sebanding dengan kerusakan yang diakibatkan oleh miras.
"Saya menduga, devisanya tidak seberapa, tetapi kerusakannya besar. Ini cukup termasuk ancaman bagi generasi milenial yang jumlahnya sangat besar saat ini," tegasnya.
Senada, Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi juga menyinggung person negatif dari miras, khususnya bagi generasi muda mendatang. Dia memaparkan, berdasarkan data WHO tahun 2016 sudah ada tiga juta lebih odang di dunia meninggal akibat minuman beralkohol
"Peristiwa ini bukan hanya isapan jempol semata tapi nyata dampaknya didepan matta kita semua," kat Aweik melalui keterangan terulis.
Meski mengaku PPP bukanlah partai yang antiterhadap investasi, tapi menurut Awiek, partainya hanya mendukung penanaman modal yang tidak merusak. Mengingat mudaratnya jauh lebih besar dari sekedar kepetingan profit.
"Kami juga mengakui adanya kearifan lokal di sejumlah daerah yang membutuhkan miras. Namun sebaiknya pengaturannya terlbih dahulu dalam bentuk UU yg mana di dalamnya juga memberikan pengecualian penggunaan miras utk kepentingan medis, adat, maupun ritual," kata Awiek.
Sementara Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menyinggung bahwa investasi terhadap industri miras tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasil, khususnya sila pertama dan kedua.
Selain itu, kata Jazuli, selama ini miras masuk dalam daftar bidang usaha tertutup, yang artinya terbatas dengan syarat ketat. Meskipun ada aturan tersebut, menurutnya, banyak pelanggaran penjualan dan peredaran miras.
"Di samping pertimbangan moral Pancasila dan UUD 1945, Pemerintah semestinya menimbang ekses miras yang merusak tatanan sosial dan mengancam generasi bangsa. Persoalan fundamental dan elementer seperti ini seharusnya menjadi perhatian kita bersama," tegas Jazuli.