ERA.id - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut jajarannya telah memindahkan 643 Bandar Narkoba ke lapas maximum security di Nusakambangan. Hal ini dilakukan demi menangani peredaran gelap narkoba yang dikendalikan dari lapas/rutan di Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Yasonna dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (17/3/2021).
"Dalam rangkaian penanganan narkoba, kita sudah mengirimkan ke Nusakambangan sebanyak 643 bandar narkoba," kata Yasonna dalam rapat kerja yang dipimpin oleh Pangeran Khairul Saleh tersebut.
"Kejadian pemindahan ini baru sekarang kita lakukan secara massal. Ini akan terus kita lakukan. Memang ada yang mencoba berusaha agar tidak dipindahkan, tetapi tentu tidak bisa karena ini merupakan komitmen kita," tutur Menteri asal Sorkam, Tapanuli Tengah, tersebut.
Yasonna menyampaikan bahwa ke-643 warga binaan kategori bandar dan risiko tinggi tersebut berasal dari lapas/rutan di 12 kantor wilayah, yakni DKI Jakarta (99 orang), Lampung (76), Aceh (50), Yogyakarta (48), Jawa Barat (91), Sumatera Utara (54), Sumatera Selatan (50), Riau (47), Banten (46), Kalimantan Barat (43), Jawa Timur (21), dan Bali (18).
Hanya, Yasonna menyebut kebijakan itu berdampak pada meningkatnya jumlah penghuni di Nusakambangan. Hal ini yang kemudian disikapi dengan dibangunnya 1 lapas khusus narapidana risiko tinggi bandar narkoba di Pulau Nusakambangan pada tahun 2021.
"Sebagai akibat dari pemindahan bandar narkoba, lapas maximum security di Nusakambangan sudah penuh. Untuk itu kita akan membangun lapas di Nusakambangan," ujar Menteri berusia 68 tahun tersebut.
"Mengapa langsung penuh? Karena kita buat mereka hanya satu orang di dalam satu sel," ucap Yasonna.
Yasonna juga menyebut jajarannya telah memindahkan 6 mantan petugas pemasyarakatan yang dipidana terkait kasus narkoba ke Nusakambangan. Kebijakan itu tak lepas dari komitmen Kemenkumham menjatuhkan sanksi tegas terhadap jajarannya yang bermain-main dengan peredaran narkoba di dalam lapas/rutan.
"Kami sudah memecat banyak pegawai yang terlibat, ada yang diturunkan pangkatnya, ada yang dipidana," tutur Yasonna.
"Saya selalu mengatakan kalau di dalam lapas ada pengedar narkoba, ada pemakai, ada kurir, maka di sana akan tercipta pasar. Untuk itu pula kami berharap Komisi III mendorong revisi UU Narkotika untuk mengatasi overcrowding di dalam lapas/rutan. Kalau di suatu negara ada satu jenis pidana yang mendominasi hingga lebih dari 50 persen, tentulah ada yang salah, apakah itu di dalam ketentuan peraturan perundang-undangannya yang perlu dikoreksi atau hal lain," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi III dari fraksi Demokrat, Santoso menyatakan usaha yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM belum maksimal.
“Saya ingin mengkritisi soal para bandar narkoba dari data yang bapak sampaikan berjumlah 643 orang yang dipindah ke Nusakambangan. Pertama harus adanya pengawasan yang ketat terhadap orang orang ini, karena bandar-bandar juga lebih leluasa bergerak pada saat dia di dalam Lapas. Untuk itulah jumlah yang bapak sajikan ini memang real tetapi menurut saya ini belum maksimal,” ujar Santoso.
Santoso mengatakan jika para bandar narkoba yang ditahan di lapas justru bisa bergerak leluasa dalam pengedaran narkoba.
“Kementrian harus bertindak tegas terhadap napi-napi yang melakukan peredaran narkoba di dalam lapas yang mengendalikan peredaran narkoba diluar lapas juga,” tambahnya
Selain usaha pengendalian dan pengawasan yang masih kurang Santoso juga mengkritik tentang jumlah narapidana dengan kapasitas lapas yang tidak memadai.
“Disamping itu, saat kunjungan kerja kami mendapati lapas yang overcrowded dari para tahanan narkoba itu,” ucapnya.