ERA.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan ketersedian vaksin COVID-19 yang dimiliki RI menipis. Hingga April 2021 sisa vaksin yang tersedia cuma tinggal 20 juta dosis.
Menurutnya, ini adalah dampak dari embargo vaksin COVID-19 di sejumlah negara di Eropa dan Asia yang mengalami peningkatan kasus infeksi virus Corona.
Budi menjelaskan, seharusnya jumlah ketersedian vaksin COVID-19 untuk bulan Maret dan April dapat mencapai 30 juta dosis. Namun, karena adanya embargo, pemerintah hanya bisa mengamankan 20 juta dosis saja.
"Jumlah vaksin yang tadinya tersedia untuk bulan Maret dan April masing-masing 15 juta dosis atau totalnya dua bulan adalah 30 juta dosis, kita hanya bisa dapat 20 juta dosis atau dua pertiganya," ungkap Budi dalam konferensi pers yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (5/4/2021).
Akibatnya, kata Budi, laju vaksinasi COVID-19 akan mengalami penurunan. Pemerintah juga akan kembali mengatur prioritas pemberian vaksinasi kepada masyarakat. Atas hal tersebut, Budi menyampaikan permintaan maafnya.
"Akibatnya, laju vaksinasinya, mohon maaf kepada masyarat, agak kita atur kembali. Sehingga kenaikannya tidak secepat sebelumnya karena memang vaksinnya yang berkurang suplainya," kata Budi.
Saat ini, menurut Budi, pemerintah sedang melakukan negosiasi kepada para produsen vaksin dan negara-negara yang memproduksi vaksin COVID-19 agar mau membagikan vaksinnya. Dia berharap, persedian vaksin akan kembali normal di bulan Mei 2021.
Diharapakan, jika jumlah ketersedian vaksin sudah kembali normal maka laju vakasinasi tidak lagi terhambat. Adapun saat ini pemerintah mengklaim vaksinasi COVID-19 sudah mencapai 12,7 juta orang.
"Kita harapkan, kita sedang negosiasi dengan produsen-produsen vaksin dan negara-negara produsen vaksin mudah-mudahan di bulan Mei bisa kembali normal, sehingga kita bisa melakukan vaksinasi dengan rate seperti sebelumnya yang terus meningkat," kata Budi.
Untuk diketahui, sejumlah negara di Eropa, Asia dan Amerika Selatan sedang menglami third wave atau gelombang ketika COVID-19. Adapun negra-negra tersebut antara lain adalah India, Filipina, Papua Nugini, dan Brazil.
Beberapa negara tersebut merupakan negara produsen vaksin COVID-19. Karena adanya gelombang ketiga, negara-negara tersebut menahan vaksin COVID-19 agar tidak keluar dari negaranya. Hal ini berdampak pada ratusan negara lain di dunia, termasuk Indonesia.
"Negara-negara yang memproduksi vaksin di negara tersebut yang terjadi lonjakan ketiga mengarahkan agar vaksinnya tidak boleh keluar, hanya boleh dipakai di negara masing-masing. Sehingga akibatnya mempengaruhi ratusan negara di dunia termasuk Indonesia," kata Budi.
Sebelumnya, PT Bio Farma (Persero) memperkirakan stok vaksin COVID-19 bisa bertambah menjadi 11,9 juta dosis pada bulan April 2021. Sebelumnya, diperkirakan persedian vaksin di bulan ini hanya sebanyak 7,9 juta dosis.
Untuk diketahui, Bio Farma memproduksi vaksin COVID-19 dari bahan baku dari perusahaan farmasi asal China yaitu Sinovac.
"Pada bulan April 2021 diperkirakan stok vaksin bisa bertambah menjadi 11,9 juta dosis, dimana sebelumnya hanya 7,9 juta dosis," kata Bambang melalui keterangan tertulis, Kamis (1/4/2021).
Namun, kata Bambang, peningkatan kapasitas produksi vaksin COVID-19 masih tergantung dari pasokan bahan baku atau bulk vaksin merek Sinovac. Berdasarkan jadwal, bulk Sinovac yang akan tiba di Indonesia hingga Juli 2021 sebanyak 140 juta dosis dan dikirimkan secara bertahap.
Rencananya, pada April 2021, akan datang bulk Sinovac sebanyak 30 juta dosis. Bulk tersebut nantinya akan diproduksi oleh Bio Farma dan didistribusikan ke berbagai daerah untuk dipakai dalam program vaksinasi COVID-19 nasional.
"Peningkatan kapasitas produksi ini juga masih tergantung pada supply bulk vaksin yang akan datang. Dalam waktu dekat akan datang sekitar 30 juta dosis bulk pada bulan Apri 2021 yang tentunya akan segera diproses untuk menambah stok vaksin berikutnya," kata Bambang.