ERA.id - Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Subandrio tak yakin Vaksin Nusantara yang berbasis sel dendritik bisa diterapkan secara massal. Apa alasannya?
Amin menjelaskan, konsep pengobatan berbasis sel dendritik itu bersifat individual, artinya hanya bisa diberikan kepada orang yang hendak divaksinasi.
"Jadi bisa dilakukan ke orang banyak, tapi hanya bisa diberikan ke orang yang sama. Terhadap banyak orang bisa, tapi prosesnya harus individual," ujar Amin seperti dikutip dari kanal YouTube Trijaya, Minggu (18/4/2021).
"Oleh sebab itu, kita menyebut vaksin dendritik ini sebagai vaksin individual karena diambil dari orang tertentu dan harus dimasukkan ke orang yang sama," imbuhnya.
Sedangkan dari segi biaya, Amin mengatakan, sel dendritik yang selama ini digunakan untuk terapi kanker memang relatif lebih mahal. Namun, dalam konteks Vaksin Nusantara, dia mengaku tak memiliki rincian biayanya.
"Saya nggak punya biayanya. Hanya saja untuk cancer, biayanya cukup tinggi karena vaksin individual," kata Amin.
Lebih lanjut, Amin mengatakan, pengembangan Vaksin Nusantara yang saat ini terganjal izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bukan akhir dari pengembangan Vaksin Nusantara.
Uji klinis fase II Vaksin Nusantara, kata Amin, masih bisa dilakukan asalakan memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh BPOM. Adapun BPOM menilai pelaksanaan uji kinik dengan standar Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) atau Good Clinical Practice (GCP).
"Sepengetahuan saya, Badan POM menyatakan fase kedua bisa diteruskan apabila syarat-syarat yang iminta bisa dipenuhi. Jadi BPOM tidak hentikan penelitian soal Vaksin Nusantara ini," pungkasnya.