ERA.id - Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra, Muhaimin Iskandar meminta pemerintah meninjau ulang rencana pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk kebutuhan pokok atau sembako yang tercantum dalam draf Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Menurutnya, rencana tersebut berpotensi makin memberatkan kehidupan masyarakat kelas bawah yang saat ini masih mengalami kesulitan ekonomi akibat situasi perekonomian saat ini.
"Saya kira perlu ditinjau ulang. Apalagi kebijakan tersebut digulirkan di masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit," kata Muhaimin melalui keterangan tertulis, Kamis (10/6/2021).
Muhaimin menilai, jika PPN dikenakan pada sembako, maka akan membebani masyarakat. Khususnya para pedagang pasar yang banyak mengalami penurunan omzet dagangan hingga 50 persen. Sedangkan kebutuhan pokok sangat dibutuhkan masyarakat.
Dengan demikian, akan berlaku teori efek domino, yaitu masyarakat menurun daya belinya terutama pekerja/karyawan perusahaan, dan perekonomian makin sulit untuk bangkit.
"Kalau sembako dihilangkan dari kelompok jenis barang yang tidak dikenakan PPN tentu saja merugikan masyarakat karena barang kebutuhan pokok sangat dibutuhkan masyarakat," katanya.
Lebih lanjut, Ketua Umum PKB ini menyoroti adanya kebijakan membebaskan PPN 0 persen bagi barang impor kendaraan dan properti untuk menggairahkan perekonomian agar usaha-usaha tersebut dapat bangkit kembali sehingga daya beli konsumen meningkat. Hal tersebut dinilai bertentangan, jika pemerintah akhirnya memberlakukan PPN pada sembako.
"Itu kan jadi saling bertentangan. Kalau kita ingin perkembangan ekonomi nasional secara agregat, seharusnya jangan tambah beban masyarakat kecil dengan PPN," tegasnya.
Untuk diketahui, pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi bahan pokok (sembako) yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menuai kritik dari banyak pihak.
Pengenaan pajak diatur dalam Pasal 4A draf revisi UU Nomor 6. Dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.
Padahal dalam aturan sebelumnya, barang kebutuhan pokok atau sembako termasuk objek yang tak dikenakan PPN sesuai Peraturan Menteri Keuangan 116/PMK.010/2017, yang berbunyi bahwa barang kebutuhan pokok itu adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, ubi-ubian, sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.