Rencana PPN Sembako, Sri Mulyani: Tidak Mungkin Pemerintah Bikin Policy Tanpa Diskusi dengan DPR

| 10 Jun 2021 18:45
Rencana PPN Sembako, Sri Mulyani: Tidak Mungkin Pemerintah Bikin Policy Tanpa Diskusi dengan DPR
Sri Mulyani (Dok. Antara)

ERA.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara mengenai rencana pemerintah memungut pertambahan nilai (PPN) pada bahan-bahan pokok atau sembako, seperti yang tercantum dalam draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Hal itu dia paparkan usai dicecar para anggota dewan yang merasa tidak mengetahui rencana tersebut. Kritikan disampaikan saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/6/2021).

Sri Mulyani mengatakan, draf RUU KUP sampai saat ini memang belum dibahas dengan DPR RI dan belum diparipurnakan. Sehingga tidak bisa membahasnya kepada publik.

"Kami tentu dari etika politik belum bisa melakukan penjelasan ke publik sebelum ini dibahas. Karena ini adalah dokumen publik yang disampaikan kepada DPR melalui surat presiden," kata Sri Mulyani.

Hanya saja, Sri Mulayani menegaskan bahwa tidak benar pemerintah mengeluarkan keputusan tanpa mempertimbangkan situasi dan kondisi saat ini seperti yang banyak diberitakan. Dia juga menegaskan, bahwa pemerintah juga tidak mungkin mengeluarkan kebijakan tanpa sepengetahuan dari DPR RI. Apalagi ini menyangkut perpajakan.

"Nggak mungkin pemerintah melakukan policy perpajakan tanpa didiskusikan dengan Komisi. Nggak mungkin. Jangankan pajak yang PPN, wong cukai saja kita harus minta dan diskusi lama banget dengan bapak ibu sekalian," tegas Sri Mulyani.

Ke depannya, Kementerian Keuangan berharap dapat membahas RUU KUP bersama dengan Komisi XI yang merupakan mitra kerja kemenkeu. Dalam forum itu, Sri Mulyani berjanji bakal buka-bukaan mengenai kondisi perekonomian hingga status APBN saat ini akibat adanya pandemi COVID-19.

Setelah itu, barulah dibahas pasal per pasal yang tercantum dalam RUU KUP. Misalnya seperti apakah pasal tertentu perlu dilakukan saat ini ataukan satu tahun ke depan, apa landasan dan latar belakangnya, kepada siapa dan apa pajak bisa dikenakan.

"Semuanya ini nanti kami ingin membahas secara penuh dengan Komisi XI," kata Sri Mulyani.

"Saya mohon kepada komisi XI kita bersama-sama mengawal bagaimana komisi XI bisa memantau ya itu tadi meng-clear-kan (ke masyarakat)," imbuhnya.

Untuk diketahui, Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok atau sembako. Rencana itu tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Padahal dalam aturan sebelumnya, barang kebutuhan pokok atau sembako termasuk objek yang tak dikenakan PPN sesuai Peraturan Menteri Keuangan 116/PMK.010/2017, yang berbunyi bahwa barang kebutuhan pokok itu adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, ubi-ubian, sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.

Saat ini, tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

Rekomendasi