ERA.id - Kementerian Perhubungan menyebut mobilitas masyarakat yang terjadi selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat khusus Pulau Jawa dan Bali, belum menunjukkan penurunan yang signifikan. Penurunan mobilisasi masyarakat masih di bawah 30 persen atau lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 30-50 persen.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, mobilitas masyarakat di kawasan aglomerasi termasuk Jabodetabek justru meningkat selama PPKM Darurat.
"Di hari kelima (Rabu, 7 Juli 2021) pelaksanaan PPKM Darurat, kita melihat bahwa mobilitas di kawasan aglomerasi termasuk juga di Jabodetabek masih relatif tinggi," ujar Adita dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube Kementerian Perhubungan RI, Jumat (9/7/2021).
Padahal, kata Adita, berdasarkan arahan dari Koordinator PPKM Darurat khusus Pulau Jawa dan Bali Luhut Binsar Pandjaitan, mobilitas harus turun hingga 30-50 persen demi menekan lonjakan kasus COVID-19.
"Untuk menurunkan angka kasus harian COVID-19 di Indonesia ini diperlukan penurunan mobilitas masyarakat sekitar 30 persen minimal, sampai 50 persen. Artinya, kita semua harus melakukan upaya agar pergerakan masyarakat lebih menurun lagi," kata Adita.
Dalam kesempatan itu, Kakorlantas Polri Irjen Istiono mengatakan, mobilitas masyarakat di wilayah Jabodetabek masih didominasi oleh kendaraan roda dua. Pergerakan berasal dari daerah pemukiman atau perumahan penduduk ke kota dan menuju Ibu Kota.
Menurut Istiono, pergerakan yang masih banyak terjadi berada di daerah-daerah penyangga seputar DKI Jakarta seperti Depok dan Tangerang. Sedangkan di dalam Jakarta, pergerakan atau mobilitas cenderung menurun.
"Kalau di Jakarta di pusat kota sudah sangat berkurang. Saya lihat di google map itu sudah mulai hijau semuanya, namun di pinggir-pinggir, di penyangganya seperti Depok dan Tangerang ada titik-titik merah yang perlu kita tingkatkan pengetatannya," kata Istiono.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menambahkan, pergerakan mobilitas masyarakat di sejumlah terminal kelas A di Jakarta sudah mulai berkurang, baik dari sisi mobilitas moda transportasi bis maupun penumpang.
Dia mencontohkan salah satunya yaitu Terminal Pulo Gebang yang menunjukan penurunan kedatangan bis sebanyak 30 persen, dari semula 124 kendaraan sekarang rata-rata per hari hanya 86 kendaraan.
Kemudian untuk keberangkatan bis juga megalami penurunan sebanyak 60 persen, dari yang semula 159 kendaraan mejadi 60 kendaraan per hari.
"Sama juga untuk penumpangnya itu sangat sedikit sekali," kata Budi.
Untuk lalu-lintas penyeberangan di Ketapang-Gilimanuk maupun Merak-Bakauheni, Budi mencatat rata-rata penumpang turun 30-64 persen. Kemudian, pergerakan kendaraan pribadi keluar Jabodetabek melalui Jalan Tol Jakarta-Cikampek melorot 20-30 persen.
Kepala Badan Transportasi Jabodetabek Polana Banguningsih Pramesti menjelaskan, dilihat dari data area traffic control system (ATCS), pergerakan penumpang kendaraan pribadi menuju Jakarta turun 28 persen, sedangkan kendaraan umum 15 persen.
"Yang keluar Jakarta untuk angkutan pribadi turun 24 persen, angkutan umum 12 persen. Tapi ini masih sangat kecil," ujar Polana.
Untuk mendukung target penurunan mobilitas masyarakat, Kementerian Perhubungan menerbitkan dua Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 49/2021 tentang peraturan perjalanan moda transportasi darat dan SE Menteri Perhubungan Nomor 50/2021 tentang aturan perjalanan perkeretaapian.
Dalam SE tersebut, pelaku perjalanan darat, penyeberangan, maupun perkeretaapian harus menunjukkan surat tanda registrasi pekerja (STRP) atau surat serupa lainnya yang diterbitkan pemerintah setempat.
Syarat itu juga bisa dilengkapi dengan surat tugas yang ditandatangani pimpinan perusahaan. Bila pekerja bertugas di kantor pemerintahan, surat harus diterbitkan oleh minimal eselon II. Surat tugas ini wajib bertempel cap basah atau bertanda tangan elektronik.
Aturan ini berlaku mulai 12 Juli 2021 untuk memberikan waktu kepada petugas melakukan sosialisasi kepada masyarakat.