ERA.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi surat somasi kedua yang dilayangkan pihak Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait keterlibatannya dalam bisnis obat Ivermectin. Selain masalah keterlibatan dalam peredaran obat antiparasit, Moeldoko juga dituding terlibat dalam ekspor beras antara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
Tim kuasa hukum ICW Muhammad Isnur mengatakan, pihaknya sudah membalas somasi tersebut pada Selasa, (3/8).
"Berangkat dari poin permasalah itu, ICW sudah membalas somasi Moeldoko pada hari Selasa, 3 Agustus 2021. Jadi, jelas keliru kuasa hukum Moeldoko jika kemudian mengatakan belum menerima surat balasan dari ICW," ujar Isnur melalui keterangan tertulis yang dikutip pada Minggu (8/8/2021).
Poin Balasan ICW ke Moeldoko
Isnur mengatakan, dalam surat balasan tersebut pihaknya juga menegaskan beberapa hal. Pertama, ICW menemukan sejumlah indikasi keterlibatan Moeldoko dalam distribusi obat Ivermectin yang berpotensi terjadinya konflik kepentingan.
Temuan itu berdasarakan atas adanya relasi bisnis antara anak Moeldoko dengan Wakil Presiden PT Harsen Laboratories Sofia Koswara dalam PT Noorpay Nunsatara Perkasa. Adapun PT Harsen Laboratories merupakan produsen obat Ivermectin.
"Tidak hanya itu, beberapa pemberitaan juga menyebutkan bahwa Moeldoko sempat meminta kepada Sofia agar izin edar Ivermectin segera diproses. Padahal pada waktu yang sama, uji klinis obat Ivermectin belum diselesaikan," papar Isnur.
Lebih lanjut, Isnur mengatakan, temuan ICW juga merujuk pada informasi yang menyebutkan adanya distribusi Ivermectin yang dilakukan oleh HKTI dengan bekerjasama dengan PT Harsen Laboratories kepada sejumlah masyarakat di Jawa Tengah. Adapun Moeldoko menjabat sebagai Ketua Umum HKTI.
Tak lama berselang, BPOM menegur PT Harsen Laboratories karena telah menyalahi aturan produksi dan peredaran obat. Tindakan itu pun dilanjutkan dengan permintaan maaf dari produsen Ivermectin tersebut.
"Maka dari itu, wajar jika kemudian masyarakat mendesak adanya klarifikasi dari Moeldoko atas tindakannya terkait ovat Ivermectin," kata Isnur.
Kedua, terkait dengan ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa. Isnur mengatakan, dalam surat balasan somasi, ICW sudah meluruskan bahwa telah terjadi misinformasi.
Merujuk pada siaran pers yang tertuang di website ICW, disebutkan bahwa HKTI bekerjasama dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa dalam hal mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti pelatihan tentang Nature Farming dan Teknologi Effective Microorganism.
"Jadi, tidak tepat juga jika misinformasi itu langsung dikatakan sebagai pencemaran nama baik atau fitnah. Sebab, mens rea bukan mengarah pada tindakan sebagaimana dituduhkan Moeldoko dan itu dapat dibuktikan dengan siaran pers yang telah ICW unggah di website ICW," kata Isnur.
Isnur menambahkan, kajian seperti ini bukan kali pertama dilakukan. Sejak ICW berdiri, penelitian, khususnya terkait korupsi politik, memang menjadi mandat berdirinya lembaga ini. Salah satu metode yang sering gunakan adalah pemetaan relasi politik antara pejabat publik dengan pebisnis. Atas dasar pemetaan itu nantinya ditemukan konflik kepentingan yang biasanya berujung pada praktik korupsi.
"Maka dari itu, setiap ICW mengeluarkan kajian, salah satu desakannya juga menyasar kepada pejabat publik agar melakukan klarifikasi," ujar Isnur.
Lagi pula, kata Isnur, sebelumnya ICW juga telah mengahasilkan banyak kajian selama masa pademi Covid-19. Menurutnya, pemantauan terhadap kinerja pejabat publik dalam bingkai penelitian merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dijamin dalam konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan banyak kesepakatan internasional.
"Jadi, bagi ICW, pendapat kuasa hukum Moeldoko jelas keliru dan menunjukan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai demokrasi," tegas Isnur.
Somasi Ulang
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Moeldoko, Otto Hasibuan membatah telah menerima balasan surat somasi yang dikirimkan pihaknya kepada ICW.
Otto mengtakan, pihaknya telah melayangkan surat somasi kepada ICW pada tanggal 2 Juli 2021 dengan surat tertanggal 29 Juli 2021. Namun, hingga saat ini, surat tersebut tidak ditanggapi oleh ICW.
"Kami telah mengirimkan somasi kepada ICW, pada tanggal 2 Juli 2021, dengan surat tertanggal 29 tetapi sampai sekarang surat itu belum dibalas atau ditanggapi," ujar Otto dalam konferensi pers daring, Kamis (5/8/2021).
Namun, kata Otto, pihak ICW melalui Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur mengaku sudah mengirimkan balasan surat somasi yang dilayangkan oleh pihaknya. Tapi, pada kenyataannya, hingga saat ini, surat tersebut belum mereka terima.
Oleh karenanya, Otto meminta pihak ICW jujur mengakui apakah surat somasi tersebut benar-benar sudah dibalas atau belum.
"Terus terang kami ingin sampaikan bahwa itu tidak benar. Karena kami tidak pernah menerima surat balasan. Kalaulah sudah disampaikan, tentu sudah kami terima, siapa tanda tangan, siapa yang menerima," kata Otto.
"Saya minta ICW berterus terang apa betul sudah dikirim atau tidak," imbuhnya.
Oleh karenanya, Otto kembali melayangkan surat somasi kepada ICW dan meberikan waktu 3x24 jam untuk membuktikan tudingan-tudiangan kepada kliennya.
"Kami memutuskan berikan kesempatan lagi kepada ICW, khususnya kepada Egi (peneliti ICW Egi Primayogha) dan kawannya untuk memberikan bukti-bukti atas tuduhannya tersebut," kata Otto.