ERA.id - Pembelaan Juliari dan Edhy Prabowo di hadapan hakim belum lama ini bikin heboh karena punya kemiripan saat membaca pledoi, yakni membawa keluarga dan anak.
Untuk diingat, saat membacakan pledoi, Edhy Prabowo sempat memohon agar hakim membebaskannya dari tuntutan membayar uang pengganti senilai Rp1,12 miliar dan Rp9,6 miliar atau subsider dua tahun penjara.
Selain itu, Edhy juga terancam pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp400 juta subsider enam bulan penjara.
"Saya sudah berusia 49 tahun, usia di mana manusia sudah banyak berkurang kekuatannya untuk menanggung beban yang sangat berat. Ditambah lagi saat ini saya masih memiliki seorang istri yang salihah dan tiga orang anak yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah. Sehingga, tuntutan penuntut umum yang telah menuntut saya adalah sangat berat," ujar Edhy saat membacakan pleidoi, Jumat (9/7/2021).
Setelahnya, Bekas Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut langsung divonis lima tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/7/2021) atas kasus menerima suap penetapan izin ekspor benih lobster atau benur.
Vonis ini pun sudah terbilang ringan, sebab menurut ICW, Edhy dituntut seperti seorang kepala desa di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, yang terbukti melakukan korupsi sebesar Rp399 juta pada akhir 2017
Sementara Juliari Batubara lebih unik lagi. Mantan Menteri Sosial itu memohon divonis bebas dari majelis hakim demi mengakhiri penderitaannya.
"Oleh karena itu permohonan saya, permohonan istri saya, permohonan kedua anak saya yang masih kecil-kecil serta permohonan keluarga besar saya kepada majelis hakim yang mulia, akhirilah penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan," kata Juliari saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di gedung KPK Jakarta dikutip dari Antara, Senin (9/8/2021) kemarin.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut terdakwa korupsi pengadaan bansos sembako di Kementerian Sosial (Kemensos), eks Menteri Sosial Juliari P. Batubara, dengan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan, dengan pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp14,5 miliar.
ICW menganggap, tuntutan itu ringan. Sebab, pasal yang menjadi alas tuntutan, yaitu Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebenarnya mengakomodir penjatuhan hukuman hingga penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.
Vonis Pinangki
Membawa nama keluarga dan anak itu sebelumnya sudah dipakai Pinangki untuk membela diri. Akhirnya, vonisnya dikorting oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Pinangki Sirna Malasari sendiri sebelumnya dituntut 10 tahun dan akhirnya dihukum empat tahun penjara dalam kasus penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," dikutip di dalam laman putusan Mahkamah Agung pada Senin 14 Juni 2021.
Putusan itu diambil oleh ketua majelis hakim Muhammad Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik pada Senin 14 Juni 2021.
"Menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu subsider dan pencucian uang sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ketiga subsider," demikian tertulis.
Apa alasan hakim mengapa hukuman Pinangki dikorting? "Bahwa terdakwa mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesi sebagai jaksa, oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik. Bahwa terdakwa adalah seorang ibu dari anak yang masih balita (berusia empat tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan," kata hakim.
Pertimbangan lain adalah Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
"Bahwa perbuatan Terdakwa tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini. Bahwa tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat," tambah hakim.