ERA.id - Mural bernada kritik ke pemerintah marak belakangan ini. Pusat Studi Hukum Konstitusi Universitas Islam Indonesia (PSHK UII) memandang pemerintah tidak boleh menghapusnya secara sembarangan.
Mural baru dilarang jika terdapat muatan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan atau dibuat di tempat-tempat yang tak seharusnya, seperti tempat ibadah.
Kepala Bidang Riset dan Edukasi PSHK UII Ahmad Ilham Wibowo menjelaskan mural merupakan salah satu perwujudan kebebasan berpendapat atau memberikan kritik dalam bentuk tulisan yang dijamin oleh Pasal 28 UUD RI 1945.
"Oleh karenanya, pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi hak tersebut dan tidak boleh mengintervensinya," kata Ahmad dalam pernyataan ke media, Jumat (27/8/2021).
Ia menyayangkan pemerintah yang bersikap yang responsif dengan melakukan penghapusan terhadap mural-mural tersebut. Menurut dia, pemerintah boleh membatasi hak berpendapat tersebut dengan beberapa syarat, seperti diatur dalam undang-undang. Mural bisa dilarang jika memuat perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap golongan rakyat Indonesia karena dapat melanggar Pasal 157 KUHP.
"Melihat ketentuan dalam undang-undang, tidak ada undang-undang yang secara tegas melarang membuat mural dengan muatan kritik," katanya.
Ia menjelaskan, mural yang memuat kritik terhadap pemerintah dan presiden tak dilarang karena tak ada larangan soal itu di undang-undang. "Terdapat perbedaan jelas antara kritik dengan penghinaan," ujarnya.
Pemerintah tidak bisa menggunakan delik pidana penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 137 KUHP karena telah dibatalkan MK lewat Putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2006
"Selain itu, presiden dan wakil presiden juga bukan termasuk lambang negara sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara," kata dia.
Pemerintah daerah lewat Satpol PP pun tak boleh secara sembarangan melakukan tindakan penghapusan mural yang bermuatan kritik dengan dalih menjaga gangguan ketentraman dan ketertiban umum.
"Tindakan menghapus mural harus diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). walaupun sudah diatur dalam Perda, tidak semua mural dapat dilarang dan diperbolehkan untuk dihapus pemerintah, kecuali yang tidak memenuhi alasan-alasan yang sah," paparnya.