Kisruh Jual Beli Jabatan di Pemkab Probolinggo, Pukat UGM: Efek Buruk Politik Dinasti

| 31 Aug 2021 12:53
Kisruh Jual Beli Jabatan di Pemkab Probolinggo, Pukat UGM: Efek Buruk Politik Dinasti
Pukat UGM dalam suatu jumpa pers sebelum pandemi. (Dok. Wawan H)

ERA.id - Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Probolinggo menunjukkan efek buruk politik dinasti di kabupaten tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menangkap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, yang juga anggota DPR sekaligus Bupati Probolinggo sebelumnya.

"OTT Probolinggo menunjukkan efek buruk politik dinasti. Sudah hampir 20 tahun dikuasai satu keluarga. Tidak ada kekuatan pengontrol yang efektif," kaat peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman, Selasa (31/8).

Menurutnya, hingga kini korupsi masih terus terjadi di daerah. Modusnya hanya berputar pada tiga hal, yakni pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan jual-beli jabatan.

"Faktor pendorong korupsi di daerah yang paling utama adalah politik biaya tinggi, khususnya dalam bentuk politik uang baik untuk mahar maupun vote buying," ujarnya.

KPK melakukan OTT di tengah sorotan sejumlah hal, mulai isu pelemahan lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) hingga pelanggaran kode etik pimpinannya seperti yang terbaru oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli.

Zaenur pun menyatakan, kasus ini sudah diselidiki sejak lama. "Satgasnya juga pimpinan Harun al Rasyid yang tidak lolos TWK. Meski dalam OTT kali ini tentu Harun tidak ikut," ujarnya.

Karena itu, Pukat UGM menilai OTT kali ini belum menunjukkan independensi KPK. "Ukuran ujian KPK itu jika menangkap kasus strategis, misalnya aparat penegak hukum, kerugian negara besar, atau politisi kakap dari partai penguasa. Itu baru ujian independensi KPK," ujar Zaenur.

Rekomendasi