Pukat UGM Soroti Kerja KPK dalam Kasus Suap Eks Wali Kota Jogja

| 10 Jun 2022 11:14
Pukat UGM Soroti Kerja KPK dalam Kasus Suap Eks Wali Kota Jogja
Ilustrasi gedung KPK (Era.id)

ERA.id - Kerja KPK saat menangkap eks Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti disoroti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM). Katanya, OTT yang bernilai receh sebaiknya bisa dikembangkan menjadi temuan besar.

"KPK punya banyak pengalaman mengembangkan dari OTT receh menjadi temuan yang kompleks. Di kasus Bupati Probolinggo dan Kebumen itu dari Rp70 juta. Kasus Fuad Amin di Bangkalan juga tadinya kecil, tapi jadi temuan Rp450 miliar," tutur Hal peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman di kantor LBH Yogyakarta, Kamis (9/6/2022).

Haryadi sebelumnya ditangkap KPK dalam kasus dugaan suap pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen di kawasan Malioboro oleh pengembang Summarecon Agung. Dalam penangkapan, didapati uang dolar senilai Rp400 juta.

Dia dan tiga orang lain ditahan dan ditetapkan jadi tersangka. Menurutnya, kasus-kasus itu terungkap, karena penyelidikan KPK progresif dan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Melalui pengusutan pencucian uang, KPK bisa membongkar aliran dana, asal, dan tujuannya.

"Kita berharap juga bisa menerapkan TPPU di Yogyakarta," tandasnya.

Kata Zen, KPK gagal dalam mengungkap kasus korupsi di proyek saluran air hujan pada 2019. Saat itu hanya dijerat tiga orang, yakni pihak swasta selaku pelaksana proyek, dan dua jaksa sebagai pengawas proyek.

Padahal sejumlah nama di lingkup pemkot Jogja telah disebut dalam sidang. "Itu tidak ditindaklanjuti. Kasus Mandala Krida (proyek Pemda DIY) juga menggantung. Padahal kelir bukti-buktinya. Kasus Haryadi ini juga bisa dikembangkan ke izin-izin lain," ujarnya.

Zen menjelaskan, dari riset Pukat, amat jarang seorang tersangka KPK ditangkap saat menerima suap pada kali pertama. "Mereka menerima suap biasanya sudah kesekian kali karena ini sudah menjadi kebiasaan," ujarnya.

Selain itu, Zen menyatakan pihak swasta dalam kasus Haryadi, yakni Summarecon Agung, juga dapat dijerat. KPK telah menetapkan satu tersangka dari perusahaan tersebut.

"Suap ini dilakukan oleh pengurus pasti atas nama korporasi sehingga korporasi harus dimintai tanggungjawab pidana. Tidak hanya pribadi, tapi korporasi. Ini penting untuk efek penjeraan. Summarecon jika cukup alat bukti harus dijadikan tersangka. Ini juga akan menjadi syok terapi untuk swasta," katanya.

Pukat UGM juga meminta KPK menerapkan pencegahan korupsi di Jogja secara sungguh-sungguh "Banyak program pencegahan KPK di Jogja tapi tidak terintegrasi. Jangan lip service, tapi perbaiki mindset dan kultur birokrasi," katanya.

Rekomendasi