ERA.id - Menyebarnya sertifikat vaksinasi milik Presiden Jokowi membuktikan buruknya perlindungan data di Indonesia, terutama terkait dengan perlindungan data pribadi warga negara. Demikian disampaikan juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Sigit Widodo, Jumat (03/09/2021).
"Kalau sampai data pribadi seorang kepala negara tersebar luas di Internet, bisa dibayangkan bagaimana perlindungan data pribadi terhadap kebanyakan warga negara lainnya," ujar Sigit.
PSI berharap insiden ini bisa dijadikan ajang introspeksi bagi semua pihak untuk lebih serius membenahi keamanan data, terutama yang terkait dengan perlindungan data pribadi Warga Negara Indonesia.
"Selama ini kita seperti menggampangkan masalah keamanan data. Bahkan saat basis data e-Hac diketahui diretas awal pekan ini, respons pertama pemerintah bukan melakukan penyelidikan dan memperbaiki celah keamanan, tapi mengelak dengan mengatakan bahwa database yang diretas adalah database lama," sesal Sigit.
Menurut Sigit, Indonesia sudah terlalu sering mengabaikan masalah keamanan data daring. "Dari beberapa kasus terakhir, mulai dari peretasan data BPJS Kesehatan, BRI Life, hingga peretasan data e-Hac, tidak ada langkah konkret untuk memperbaiki keamanan basis data," kata Sigit.
PSI, masih menurut Sigit, mengapresiasi kerja Kementerian Kominfo RI bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang selalu berupaya untuk melindungi data warga negara. "Namun faktanya kebobolan data kita masih terjadi berulang kali, berarti ada yang sangat salah dalam sistem keamanan siber kita," ujarnya.
Karena itu, PSI meminta pemerintah untuk lebih serius lagi melindungi data seluruh Warga Negara Indonesia. "Pemerintah tidak boleh lengah sedetik pun dan kami menyarankan pemerintah untuk melibatkan pakar-pakar keamanan siber dari luar pemerintah, terutama dari perguruan-perguruan tinggi utama di Indonesia. Keamanan siber kita harus menjadi kerja kolektif seluruh bangsa Indonesia," kata Sigit.
Untuk yang ke sekian kalinya, PSI juga kembali mendesak DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. "Kami ketuk lagi nurani kawan-kawan yang sekarang menjadi wakil rakyat di DPR RI. Kasus peretasan data pribadi yang sudah sampai memakan korban seorang presiden ini sudah keterlaluan," ujar Sigit.
Sigit mengingatkan, tanpa adanya Undang-undang Perlindungan Data Pribadi, kalaupun penyelidikan berhasil mengungkap penyebar data vaksinasi Presiden Jokowi, pelakunya akan sulit dituntut secara hukum.
"Jika data didapat dari peretasan, pelakunya bisa dikenai pelanggaran Undang-undang ITE. Jika pelakunya orang dalam, bisa dituntut dengan pelanggaran Undang-undang Kearsipan. Tapi orang yang menyebarluaskan sertifikat vaksinasi presiden atau menyalahgunakannya tidak bisa dituntut," kata Sigit.