ERA.id - Advokat Yusril Ihza Mahendra menyinggung dua produk hukum yang terbit di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Hal ini menanggapi pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman yang menyebut cara pikir Yusril dalam menggugat AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung bersifat totalitarian ala pimpinan Nazi, Hitler.
"Omongan Benny terkait keinginan negara untuk memaksakan kehendak tidak ada pijakan intelektualnya sama sekali," kata Yusril dalam keterangannya yang dikutip pada Selasa (12/10/2021).
Yusril menegaskan, AD/ART Demokrat diuji bukan atas kehendak penguasa. Selain itu, AD/ART Demokrat diuji dengan mengunakan dua UU yaitu UU Parpol dan UU Pembentukan Perundang-Undangan.
Berdasarkan hal itu, Yusril menyinggung balik dua UU yang dilahirkan di era SBY dan dijadikan rujukan uji materi itu juga sama seperti produk rezim Hitler. Apalagi, saat itu, Fraksi Demokrat ikut membahas dan menyetujui dua UU tersebut.
"Kalau begitu maksud Benny Harman, maka pengikut pemikiran Hitler itu adalah Presiden SBY dan DPR zaman itu termasuk Benny Harman di dalamnya," kata Yusril.
Yusril mengatakan, dalam seluruh argumentasi filosofis, teoritis dan yuridis Permohonan Pengujian AD/ART Demokrat ke MA, dirinya sama sekali tidak menjadikan satupun literatur Hitler atau Nazi terkait konsep negara totaliter sebagai rujukan.
Oleh karenanya, dia mempertanyakan atas dasar apa Benny menyebutnya mengikuti pemikiran Hitler.
"Juga tidak ada satu kalimatpun yang menguji AD Partai Demokrat dengan rasa senang atau tidak senangnya penguasa. Maka bagaimana Benny Harman bisa menyimpulkan saya mengikuti pikiran Hitler?" kata Yusril.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman menilai, cara pikir hukum gugatan kubu Moeldoko terhadap AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung bersifat totalitarian ala pimpinan Nazi, Hitler.
Cara pikir hukum itu, dijelaskan Benny, adalah apa yang dikehendaki negara harus diikuti sipil. Cara pikir itu terlihat ketika gugatan yang didampingi advokat Yusril Ihza Mahendra ke Mahkamah Agung itu mencoba menguji aturan internal dengan kehendak negara.
"Setelah kami menyelidiki asal usul teologi yang dipakai oleh Yusril Ihza dalam menghadirkan permohonan AD/ART ke MA maka diduga kuat cara pikir ini berasal dari totalitarian ala Hitler," kata Benny saat konferensi pers di DPP Partai Demokrat, Senin (11/10).