Mantan Wakapolri Sebut Faktor Budaya Jadi Penyebab Kasus Kekerasan oleh Anggota Polri

| 29 Oct 2021 13:50
Mantan Wakapolri Sebut Faktor Budaya Jadi Penyebab Kasus Kekerasan oleh Anggota Polri
Ilustrasi kekerasan aparat kepolisian (Tangkapan Layar)

ERA.id - Mantan Wakil Kepala Kepolisian RI (Wakapolri) Adang Daradjatun menyebut, faktor budaya di dalam tubuh Polri menjadi penyebab utama munculnya berbagai kasus kekerasan yang belakangan viral.

Adang yang pernah ditunjuk sebagai Ketua Tim Reformasi Polri menambahkan, saat pemisahan Polri dari ABRI, pihaknya mengeluarkan ketetapan tentang perubahan di dalam tubuh Korps Bhayangkara mulai dari instrumen, stuktur, hingga kulturnya. Namun, masalah kultur memang masih belum pernah selesai.

"Intrumen sudah selesai dengan Undang-Undang Polri. Struktur sudah diperkuat mulai dari mabes, polda, polres, polsek dan sebagainya berupa material dalam tugas-tugas kepolisian," kata Adang dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/10/2021).

"Nah, yang menjadi masalah utama pada akhirnya tentang kultur. Baik dalam kultur masyarakat, lebih-lebih kultur yang berhubungan dengan kepolisian," imbuhnya.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS itu mengatakan, masalah kultur ini sangat membutuhkan perhatian dari Pimpinan Polri untuk menyikapi program yang sudah dibuat pada saat Reformasi tentang perubahan kultur anggota Polri.

Salah satu usaha yang banyak dilakukan adalah melalui reformasi pendidikan kepolisian yang semula banyak bersifat fisik kini mengarah pada pembekalan anggota Polri untuk bisa melayani masyarakat dan menegakkan hukum sebaik-baiknya dan humanis.

"Kalau dipertanyakan tentang kenapa kekerasan masih terjadi, terus terang ini masih berproses. Banyak masalah sosial lain yang ada dalam lingkungan kehidupan Polri," kata Adang.

Adang menambahkan, kasus kekerasan di tubuh Polri baik internal maupun eksternal masih terus terjadi, meskipun sudah ada badan pengawasan seperti Itwasum, Propam, dan Kompolnas.

Namun menurutnya, salah satu solusi yang bisa ditempuh adalah berfokus pada pembinaan yang bersifat ke dalam atau internal. Hubungan antara pimpinan dengan anak buah harus terjalin untuk membentuk subsistem-subsistem yang baik dan secara makro menghasilkan sistem yang baik.

"Maksud saya bukan mengecilkan arti Itwasum, Propam, maupun Kompolnas, tapi lebih kepada mental, tentang bagaimana pemimpin disetiap level untuk dia mampu memberikan suatu pendidikan santiaji, contoh yang baik kepada anggota sehingga terbangun budaya. Jadi budaya tidak bisa dibangun dengan perintah perintah saja, atau dengan kekerasan, tapi lebih kepada contoh," kata Adang.

Oleh karenanya, Adang berharap Polri memperhatikan serius pandangan masyarakat terhadap kasus dan kultur kekerasan. Sebab, kata Adang, pengawasan masyarakat hal yang penting sesuai dengan cita-cita reformasi kepolisian pada tahun 1997-1998. Untuk membentu kepolisian yang civil dan humanis.

Rekomendasi