ERA.id - Pakar Universitas Gadjah Mada (UGM) mengingatkan bahaya erupsi susulan dan banjir lahar usai letusan Gunung Semeru. Potensi bahaya sekunder itu bahkan dapat berlangsung hingga dua bulan ke depan.
"Erupsi selesai, potensi ancaman bencana masih ada. Bulan Desember, Januari, dan Februari kita perlu memperhatikan potensi aliran lahar dan juga erupsi susulan," ucap Dosen Fakultas Geografi UGM, Danang Sri Hadmoko, dalam konferensi pers di kampus Fakultas Matematika dan IPA UGM, Senin (6/12/2021).
Ia menerangkan, fenomena La Nina memunculkan potensi hujan tinggi sehingga masyarakat di area sungai yang berhulu di Gunung Semeru perlu waspada. Masyarakat juga harus menghindari aktivitas dalam radius bahaya yang sudah ditetapkan oleh otoritas setempat.
"Beberapa sungai yang berhulu di Semeru itu perlu diwaspadai, supaya ketika terjadi aliran lahar di bagian tengah dan hilir yang banyak pemukiman bisa terselamatkan," ucapnya.
Menurutnya, terdapat pula potensi material yang masih panas, sehingga proses evakuasi perlu dilakukan dengan hati-hati dan melibatkan pihak-pihak yang memahami kondisi gunung api. Warga di sekitar area erupsi dianjurkan untuk selalu menggunakan masker dan kacamata pelindung untuk menghindari bahaya kesehatan akibat abu vulkanik yang mempunyai kandungan silika dan berukuran mikro.
Adapun pakar geofisika UGM, Wahyudi, menerangkan, sejak 2012 sebenarnya Semeru telah dinyatakan memiliki status level 2 atau Waspada. Pada September 2020 mulai teramati aktivitas berupa kepulan asap putih dan abu-abu setinggi 200-700 meter di puncak Semeru.
Aktivitas serupa berlanjut di Oktober 2020 setinggi 200-1000 meter, dan pada 1 Desember 2020 terjadi awan panas sepanjang 2 - 11 kilometer ke arah Kobokan di lereng tenggara. Pada 90 hari terakhir, tampak adanya peningkatan aktivitas kegempaan, terutama gempa erupsi.
“Ada yang mencapai 100 kali per hari. Ini sudah bisa dijadikan prekursor terjadinya erupsi yang lebih besar,” kata Wahyudi.
Menurut Wahyudi, guguran kubah lava yang dipicu tingginya curah hujan menyebabkan luncuran awan panas dengan jarak luncur cukup jauh, yaitu mencapai 11 kilometer. Secara saintifik, curah hujan yang tinggi bisa menyebabkan ketidakstabilan pada endapan lava.
"Pada beberapa kasus, faktor eksternal seperti curah hujan yang tinggi memang bisa menyebabkan thermal stress dan memicu ketidakstabilan dalam tubuh kubah lava. Kubah lava sudah tidak stabil, dipicu hadirnya curah hujan tinggi, menyebabkan adanya longsor," katanya.