Anis Matta: Di Setiap Kursi DPR, Ada Dua Nyawa Jadi Korban

| 07 Jan 2022 15:00
Anis Matta: Di Setiap Kursi DPR, Ada Dua Nyawa Jadi Korban
Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta (Dok. Anis)

ERA.id - Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta menilai ambang batas pencalonan presiden atau "presidential threshold" sebesar 20 persen menyebabkan polarisasi yang sangat tajam di kalangan masyarakat.

"Sistem tersebut berpengaruh pada penciptaan polarisasi yang sangat tajam, dan berujung pada pembelahan di masyarakat yang residunya masih ada hingga saat ini," kata Anis Matta, Kamis (6/1/2022).

Hal itu dikatakan Anis dalam Gelora Talk bertajuk "Menakar Reformasi Sistem Politik Indonesia, Apakah Mungkin Jadi Gelombang?", Rabu (5/1).

Dia juga menilai pemberlakuan ambang batas pada pencalonan presiden telah menghalang-halangi munculnya potensi kepemimpinan nasional.

Menurut dia, keberhasilan suatu demokrasi tidak diukur dengan persyaratan ambang batas, namun dari partipasi masyarakat dan negara dibentuk dari organisasi-organisasi yang ada di masyarakat, bukan sebaliknya.

Selain itu, menurut dia, pihak penyelenggara Pemilu 2019 melahirkan situasi yang "overload", hingga menyebabkan banyak korban jiwa hingga mencapai 900 orang lebih.

"Ini kalau kita mengesampingkan teori konspirasi, tapi angka 900 lebih hilang nyawa dari penyelenggara pemilu. Artinya untuk setiap satu kursi DPR RI, ada hampir dua nyawa yang jadi korbannya, itu angka yang sangat besar," ujarnya pula.

Anis menegaskan bahwa perubahan sistem politik melalui penyederhanaan partai politik, pilpres dan pemilu serentak, ternyata tidak serta-merta meningkatkan kualitas demokrasi, serta melahirkan pemerintahan yang efektif dan kuat.

Ia menilai pengalaman demokrasi yang sangat buruk itu harus dijadikan pembelajaran penting bagi pemerintah dan itu menjadi salah satu indikator yang menjadi pertimbangan dasar untuk melakukan evaluasi sistem demokrasi saat ini.

Wakil Ketua Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan aturan pemilu di Indonesia hanya mempersempit peluang munculnya calon presiden alternatif dari yang sudah dikenal selama ini.

Dia menilai, sistem pemilu saat ini lebih pada mengabaikan keterwakilan rakyat Indonesia dari berbagai daerah.

Rekomendasi