Menhub Ungkap Cerita soal Perjanjian FIR: 40 Kali Berunding dengan Singapura hingga Diakui Internasional

| 06 Feb 2022 21:27
Menhub Ungkap Cerita soal Perjanjian FIR: 40 Kali Berunding dengan Singapura hingga Diakui Internasional
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (Antara)

ERA.id - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan, perjanjian penyesuaian pelayanan ruang udara atau flight information region (FIR) tak hanya untungkan Singapura, tetapi juga Indonesia.

Dia mengungkapkan dengan ditandatangninya reagliment FIR terseut, luas ruang udara Indonesia bertambah sebanyak 249.575 kmpersegi.

Budi menjelaskan, selama ini ruang udara seluar 249.575 km persegi yang terletak di atas Kepulauan Riau dan Natuna itu dikuasai oleh Singapura.

Namun, dengan perjanjian FIR Indonesia-Singapura, luas udara tersebut kini diakui secara internasional sebagai bagian dari FIR Jakarta.

"Saya ingin menyampaikan, dengan perjanjian itu, dengan reagliment FIR, luasan sebanyak 249.575 km persegi, yang selama ini merupakan FIR-nya Singapura itu masuk ke Indonesia dan akan diakui secara internasional," ungkap Budi dalam diskusi virtual, Minggu (6/2/2022).

Budi mengatakan, hal ini merupakan capaian yang sangat luar biasa. Sebabnya, pemerintah Indonesia sudah puluhan tahun sejak tahun 1995 mengupayakan perjanjian FIR dengan Singapura. Namun, baru di era pemerintahan Presiden Joko Widodo perjanjian ini bisa terwujud.

Menurutnya, sejak 2015, pemerintah sudah mengadakan lebih dari 40 kali pertemuan untuk bernegosiasi mengenai luas ruang udara tersebut.

"Pertemuanya berkali-kali, lebih dari 40 kali kami melakukan negosiasi yang tidak mudah, alot dan akhirnya menunjukan hasil. Jadi ini adalah upaya yang tidak ringan," kata Budi.

"Ini jadi satu hal yang luar biasa, dan saya pikir harus kita syukuri," imbuhnya.

Sementara Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto mengungkapkan terdapat sejumlah keuntungan yang akan diperoleh pemerintah Indonesia setelah pengambilalihan ruang kendali udara tersebut.

Di antaranya yaitu, Indonesia memiliki independensi melakukan kegiatan pesawat udara baik yang dilakukan oleh TNI-Polri maupun bea cukai, di atas wilayah udara Kepulauan Riau dan Natuna. Selama ini, jika ada kegiatan penerbangan, Indonesia harus meminta izin ke Singapura.

"Kita akan mempunyai independensi kegiatan pesawat udara negara, baik itu TNI-Polri, bea cukai, bahkan juga pesawat udara negara kita yang melakukan survillance untuk KKP ataupun pencurian yang dilaukan di perairan tersebut," kata Novie.

Selain itu, melalui perjanjian tersebut dapat terjalin kerja sama sipil-militer antara Indonesia-Singapura dan bisa menempatkan personil di Singapore Air Traffic Control Center (ATCC).

Kemudian dari segi ekonomi, realigment FIR Indonesia-Singapura ini juga meningkatkan pendapatkan negara bukan pajak (PNBP) berupa pengutan jasa pelayanan nasvigasi penerbangan.

"Khususnya di atas Natuna yang sangat luas itu kan awalnya tidak di-charge karena Singapore tidak punya untuk charge di situ. Ke depan kita layani dan kita juga akan memberlakukan charge," kata Novie.

"Memang saat ini trefiknya belum besar, tapi ke depan kami yakin karena area ini sangat padat ke depannya, maka potensi PNBP di sini juga sangat besar," pungkasnya.

Rekomendasi