ERA.id - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai, mengubah konstitusi itu mudah. Namun, dia menegaskan bahwa konstitusi bukan sekadar teks saja melainkan gagasan tentang pembatasan kekuasaan.
Hal ini merespons wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden yang kembali bergulir setelah disuarakan oleh tiga ketua umum partai politik koalisi pemerintah.
"Konstitusi kita itu bukan sekadar teks, dan juga bukan sekadar matematika kursi MPR. Konstitusi adalah sebenarnya gagasan tentang pembatasan kekuasaan," ujar Bivitri dalam diskusi daring, Minggu (6/3/2022).
Bivitri mengingatkan, pelanggaran konstitusi akan berdampak pada demokrasi negara. Menurutnya, sekali saja ada pelanggaran maka demokrasi akan runtuh.
"Sekali itu dilanggar, maka akan runtuh bangunan demokrasi kita," kata Bivitri.
Bivitri mengatakan, salah satu dampak yang dapat ditimbulkan jika Pemilu 2024 benar-benar ditunda adalah terhentinya demokrasi yang sehat.
Pemilu yang dilakukan secara rutin, kata Bivitri merupakan salah satu prasyarat dalam berdemokrasi. Melalui Pemilu maka akan terjadi regenerasi kepemimpinan. Namun, jika Pemilu ditunda regenerasi itu akan terhenti.
"Bayangkan kalau ini tidak di-refresh, maka seluruh aturan main, politik hukum, dan politik ekonomi tidak akan ada perubahan. Demokrasi akan menjadi stagnan dan ini tidak diinginkan dalam demokrasi yang sehat," kata Bivitri.
"Itu sebabnya, mengapa salah satu ukuran demokrasi adalah Pemilu yang reguler atau rutin. Karena, demokrasi membutuhkan regenerasi kepemimpinan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Bivitri menilai, wacana penundaan Pemilu 2024 maupun perpanjangan masa jabatan presiden yang saat ini tengah bergulir merupakan wujud pengkhianatan terhadap konstitusi yang dilakukan oleh elit-elit politik.
"Jadi kita bicara tentang pembangkangan gagasan pembatasan kekuasaannya yang dilanggar. Ya ini semuanya masih pembicaraan elit, enggak ada di antara kita, warga yang mendukung itu (wacana penundaan pemilu)," kata Bivitri.
Diketahui, wacana penundaan pemilu hingga perpanjangan masa jabatan presiden kembali mencuat setelah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengusulkan wacana tersebut dengan alasan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.
Usulan tersebut mendapat dukungan terbuka dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Airlangga Hartarto. Namun juga mendapat penolakan tegas dari PDIP, NasDem, PPP, dan Gerindra.
Belakangan, Presiden Joko Widodo buka suara mengenai wacana tersebut. Jokowi mengajak semua pihak termasuk dirinya untuk tunduk, taat, dan patuh pada konstitusi.
"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," ujar Jokowi dikutip dari Kompas.id edisi Sabtu (5/3).