Menkes Budi: Pandemi Endemi Hanya Beda Nama, Virusnya Tetap Ada

| 17 Mar 2022 21:43
Menkes Budi: Pandemi Endemi Hanya Beda Nama, Virusnya Tetap Ada
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Antara)

ERA.id - Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menyatakan, pandemi dan endemi hanya beda istilah saja karena penyakit Covid-19 tetap masih ada.

Namun, sejumlah syarat tetap harus disiapkan ketika Indonesia ingin melakukan transisi pandemi ke endemi. Masyarakat sudah harus memahami risiko soal penyakit dan melakukan protokol kesehatan dengan kesadaran sendiri tanpa dipaksa oleh pemerintah.

Hal itu disampaikan Budi usai berbicara dalam seminar publik di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, ‘Recover Together, Recov Stronger: G20 dan Agenda Strategis Indonesia’, Kamis (17/3).

“Jadi oleh Bapak Presiden kita diminta menyiapkan skenario menjadi endemi. Karena semua pandemi yang terjadi di dunia itu selalu menjadi endemi dan itu selalu membutuhkan persiapan,” ujarnya.

Menurut Menkes, merujuk masukan dari para ahli dan epideomolog, banyak hal harus dipertimbangkan untuk menuju endemi.

Pertimbangan pertama, saat ini Indonesia berada di level satu dalam tingkat penularan pada 3-6 bulan. Situasi ini adalah level transmisi yang direkomendasikan World Health Organisation (WHO) dengan memperhatikan tingkat penyebaran dan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit.

Pertimbangan kedua adalah tingkat penularan di bawah satu persen dari jumlah populasi dalam kurun waktu tiga sampai enam bulan. Sementara 75 persen dari populasi sudah mendapat vaksin dosis kedua.

Meski begitu, WHO belum mendeklarasikan kondisi saat ini sebagai endemi. Begitu pula negara-negara lain, seperti Inggris dan Denmark. Meski sudah mengurangi protokol kesehatan, mereka belum juga mendeklarasikan sebagai endemi.

“Kalau buat saya pribadi, endemi dan pandemi hanya beda nama, karena penyakitnya masih ada, virus masih tetep ada, penularan tetap terjadi, cuma derajat agak berbeda," ucapnya.

Menkes Budi pun menegaskan, jika ingin segera mencapai endemi, masyarakat harus memahami berbagai risiko Covid-19 dan melakukan protokol kesehatan secara sadar tanpa paksaan.

“Masyarakat harus mampu menjadikan program kesehatan sebagai gerakan kesehatan. Kalau program milik kita, kalau gerakan miliknya masyarakat, itu adalah hal yang penting untuk kondisi endemi,” katanya.

Rekomendasi