Bikin Koalisi 'Indonesia Bersatu', Strategi Golkar Bersolek Depan Jokowi?

| 14 May 2022 18:06
Bikin Koalisi 'Indonesia Bersatu', Strategi Golkar Bersolek Depan Jokowi?
Suharso Monoarfa, Zulkifili Hasan, dan Airlangga Hartarto salam komando (Dok. Airlangga)

ERA.id - Sikap Ketua Umum Airlangga Hartarto memicu perhatian publik setelah bertemu dengan dua petinggi partai pendukung pemerintah, yakni PPP dan PAN di daerah Menteng, Jakarta Pusat.

Sebelum bertemu dengan PAN yang sempat mendukung wacana Jokowi 3 periode, serta PPP yang terancam sulit menempatkan kadernya di DPR RI tahun 2024 mendatang, Airlangga disambangi Agus Harimurti Yudhoyono, yang kerap mengkritik cara kerja pemerintahan Jokowi.

Tak lama usai disambangi Ketua Umum Demokrat tersebut, muncul kabar bahwa posisi Airlangga terancam. Kabar soal kudeta menyeruak. Beberapa petinggi Golkar seperti Nurdin Halid dan Yorrys Raweyai, tak menampik kabar itu.

Pengamat politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menilai, terbentuknya koalisi partai politik "Indonesia Bersatu" di bawah komando Partai Golkar mendapat tantangan dengan penunjukan calon presiden (capres).

Umam mengutarakan bahwa tiga partai yang tergabung dalam koalisi "Indonesia Bersatu", yaitu Golkar, PPP, dan PAN, tidak memiliki tokoh kuat untuk maju pada Pilpres 2024.

"Skema koalisi di bawah komando Golkar saat ini dihadapkan pada tantangan serius, yaitu tidak jelasnya tokoh sentral yang ditawarkan sebagai capres/cawapres (calon wakil presiden) pada Pemilu 2024," kata Umam, Jumat (13/5/2022).

Elektabilitas (tingkat keterpilihan) Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, sebagaimana ditunjukkan sejumlah hasil survei, masih relatif rendah. Hasil yang sama juga diperoleh Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

Oleh karena itu, kata Umam, jika pada fase komunikasi awal ini Golkar sudah mengunci PAN dan PPP untuk mendukung Airlangga sebagai capres, akan cenderung kontraproduktif.

Gerbong koalisi ini akan dihadapkan pada potensi kemenangan yang terbatas dan spekulatif. Ia menilai PAN dan PPP, yang masuk dalam kategori menengah, belum siap menanggung risiko kekalahan pada Pilpres 2024.

Walau demikian, kata dia, situasi politik di Tanah Air relatif cair sehingga dukungan PAN dan PPP dapat diperoleh dan dikendalikan oleh Golkar.

Dalam kesempatan yang sama, Umam menilai narasi "melanjutkan program Presiden Joko Widodo" sebagai jualan dan strategi menarik partai politik lain berkoalisi dengannya.

"Narasi itu kemungkinan akan digunakan Golkar untuk himpun kekuatan dari partai politik pendukung pemerintah," kata Umam, yang saat ini aktif sebagai Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (IndoStrategic).

Kendati demikian, kata Umam, narasi melanjutkan program Jokowi berpotensi memunculkan resistensi karena selain akan dinilai tidak memiliki visi, misi, dan platform kerja yang genuine (asli) untuk ditawarkan kepada rakyat, narasi itu juga seolah-olah menegasikan peran partai-partai di luar pemerintahan saat ini.

Makanya dia mengusulkan Golkar dapat menciptakan narasi baru agar dapat menghimpun kekuatan dari parpol yang saat ini berada di luar barisan pendukung pemerintah.

Rekomendasi