ERA.id - Beberapa waktu lalu Indonesia mendapatkan tambahan pasokan alat utama sistem persenjataan (alutsista) berupa pesawat Hercules. Sejarah pesawat Hercules di Indonesia cukup menarik sebab Indonesia menjadi salah satu negara awal yang menggunakannya.
Dikutip Era.id dari situs web TNI AU, pada Selasa, 21 Februari 2023, Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau), Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, menerima pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1339 dari Lockheed Martin di Marietta, Georgia, Amerika Serikat (AS).
Pesawat besar itu diserahkan secara resmi oleh Vice Presiden and General Manager for Lockheed Martin’s Air Mobility and Maritime Missions Organization, Mr. Rod McLean.
Serah terima C-130J disaksikan oleh Duta Besar Indonesia untuk (AS), Rosan Roslani, serta Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Sekjen Kemhan), Marsdya TNI Donny Ermawan.
Pesawat ini akan lepas landar dari AS pada 28 Februari 2023 dan diperkirakan tiba di Tanah Air pada 6 Maret 2023. Penerbangan tersebut akan disertai tiga personel TNI AU. Nantinya, Hercules C-130J A-1339 akan memperkuat Skadron Udara 31 Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Sejarah Pesawat Hercules
Agustus 1954 adalah masa pertama pesawat Hercules pabrikan Lockheed mendunia. Pilot pertama dari pesawat tersebut adalah Stanley Beltz dan Roy Wimmer. Mereka menerbangkan Hercules selama 61 menit dari Lockheed.
Selain ukuran yang besar dan bisa memuat banyak barang dan penumpang, kelebihan Hercules adalah pesawat angkut yang mampu tinggal landas dan mendarat pada landas pacu yang cukup pendek. Model pertama Hercules adalah C-130A. Pesawat ini ditenagai empat mesin turboprop Allison T56-A-11 atau 9, dengan tiga bilah baling-baling.
Pemerintah AS adalah pihak pertama yang memesan Hercules. Pada Desember 1956, 219 unit pesawat Hercules diserahkan kepada angkatan udara AS.
Sementara, Indonesia adalah negara kedua yang menjadikan Hercules sebagai pesawat militer. Pada 1960 TNI (ketika itu ABRI) mendapatkan Hercules setelah pemerintah Indonesia memesan sepuluh unit tipe C-130B dan KC-130B.
Presiden AS pasa masa tersebut, John F. Kennedy, merupakan sahabat dari Presiden Indonesia, Soekarno. Pada tahun 1959, Soekarno datang ke AS atas undangan Kennedy terkait kepentingan melepaskan Allan Pope, pilot CIA berstatus sipil yang ditembak jatuh oleh Kapten Udara Penerbang Dewanto dalam pertempuran udara pada 1958.
Kennedy kemudian berterima kasih atas sikap pemerintah Indonesia tersebut. Dia lantas menawarkan "pengganti" Pope kepada Soekarno.
Pertimbangan yang digunakan adalah "keperluan" Panglima AU, Laksamana Madya Udara Suryadarma, AURI (TNI AU pada masa tersebut) untuk menggantikan pesawat transportasi de Havilland Canada DHC-4 Caribou. Indonesia akhirnya memilh Hercules C-130B.
Presiden Soekarno pun datang langsung ke pabrik Lockheed (saat ini Lockheed Martin). Kemudian, sebanyak 10 unit Hercules C-130B diterbangkan dengan proses penerbangan feri (ferry flight) dari AS ke Indonesia.
Penerbangan tersebut dilakukan oleh pilot dan awak AURI. Pada 18 Maret 1960, delapan unit C-130B kargo dan dua unit C-130B tanker mendarat di Pelabuhan Udara Kemayoran, Jakarta.
Rombongan pesawat Hercules itu terbang sejauh 13.000 mil laut dengan melintasi tiga samudra. Hal tersebut menjadi penerbangan internasional pertama Indonesia yang 100 persen awaknya adalah personel aktif AURI. Tak hanya itu, penerbangan semacam itu belum pernah terjadi di militer lain di dunia pada masa tersebut. Itulah sejarah pesawat Hercules di dunia dan Indonesia.