ERA.id - Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Mahmakah Konstitusi (MK). Anwar diberhentikan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam persidangan pada Selasa (7/11/2023). Seolah tak terima, “serangan balik” Anwar Usman pun dilancarkan.
Seperti diketahui, hakim konstitusi itu diduga terlibat dalam konflik kepentingan (conflict of interest). Dia dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat saat menangani uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres. Namun, Anwar merasa dirinya telah difitnah dengan keji, bahkan menganggap putusan MKMK melanggar aturan.
Putusan MKMK menjelaskan, hakim konstitusi sebagai negarawan seharusnya punya kesadaran etik untuk mundur dari perkara yang berpotensi membuat dirinya tidak objektif akibat konflik kepentingan.
“Serangan Balik” Anwar Usman Usai Dicopot dari Jabatannya
Terkait pencopotan dirinya, Anwar Usman mengungkit beberapa perkara lama MK yang dia anggap mengandung isu konflik kepentingan dari para hakim MK yang memutus perkara-perkara tersebut. Beberapa hakim MK yang dimaksud adalah Jimly Asshiddiqie, Mahfud MD, dan Saldi Isra.
“Terkait dengan konflik kepentingan, conflict of interest, sejak era kepemimpinan Profesor Jimly Asshiddiqie dalam Putusan Nomor 004/PUU-I/2003, kemudian Putusan Nomor 066/PUU-II/2004, kemudian Putusan Nomor 5/PUU-IV/2006 yang membatalkan pengawasan Komisi Yudisial terhadap hakim konstitusi,” terang Anwar dalam konferensi pers yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Dia mengatakan bahwa sejak tahun 2003, masa kepemimpinan Jimly Asshiddiqie, sudah ada pengertian dan penjelasan terkait konflik kepentingan. Setelah itu, dia menyampaikan beberapa putusan yang berkaitan dengan konflik kepentingan masa kepemimpinan Mahfud MD.
"Saya sambung, Putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, kemudian Putusan Nomor 49/PUU-IX/2013 di era kepemimpinan Prof. Dr. Mahfud MD," lanjutnya.
“Kemudian, Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013, kemudian Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2012 yang membatalkan Perpu MK di era kepemimpinan Bapak Hamdan Zoelva,” tambah Anwar.
Dia juga memberikan contoh saat masa kepemimpinan Arief Hidayat. Putusan yang dia sampaikan adalah Putusan Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016, Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016.
Setelah itu, dia memberikan contoh putusan pada masa kepemimpinannya, yaitu Putusan Perkara Nomor 96/PUU-XVII/2020. Dalam putusan tersebut terhadap pengujian Pasal 87a karena norma tersebut menyangkut jabatan ketua dan wakil ketua.
“Meskipun menyangkut diri saya, saya tidak mempertahankan jabatan saya. Namun saya tetap melakukan dissenting opinion, termasuk kepentingan langsung Prof. Dr. Saldi Isra dalam Pasal 87b terkait dengan usia yang belum memenuhi syarat,” lanjut Anwar.
Ketika itu, putusan MK adalah menolak permohonan perubahan Pasal 87b tentang hakim konstitusi harus berusia minimal 55 tahun. Ketika itu Saldi belum berusia 55 tahun dan dia tidak mengundurkan. Dia turut memutus permohonan tersebut.
Anwar mengklaim, dia telah melakukan prosedur sesuai dengan norma dan asas kehakiman dalam pemutusan perkara yang kemudian membuat keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, bisa mendaftarkan diri sebagai cawapres 2024.
"Dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebagai hakim karier, saya tetap mematuhi asas dan norma yang berlaku di dalam memutus perkara dimaksud," ujar Anwar.
Itulah beberapa penjelasan terkait serangan balik Anwar Usman. Untuk mendapatkan info menarik lainnya, ikuti terus Era.id.