MKMK Putuskan Anwar Usman Terbukti Langgar Etik Lagi, Disanksi Teguran Tertulis

| 28 Mar 2024 13:05
MKMK Putuskan Anwar Usman Terbukti Langgar Etik Lagi, Disanksi Teguran Tertulis
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna (tengah) (ANTARA/Nadia Putri Rahmani)

ERA.id - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Hakim Konstitusi Anwar Usman kembali terbukti melanggar kode etik. Ia melanggar etik karena menggelar konferensi pers yang merespons sanksi etik putusan MKMK Nomor 2 Tahun 2023 dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait hal yang sama.

"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam prinsip Kepantasan dan Kesopanan butir penerapan angka 1 (satu) dan angka 2 (dua) Sapta Karsa Hutama," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024).

Dalam putusan ini, Anwar dijatuhi sanksi teguran tertulis. Melalui putusan ini, MKMK sudah dua kali menyatakan Anwar Usman melanggar etik. Pelanggaran etik pertama, Usman dicopot dari jabatannya sesuai Putusan MKMK Nomor 2 Tahun 2023.

Diketahui dikutip dari Antara, Anwar dilaporkan ke MKMK oleh pengacara Zico Leonardo Simanjuntak dan Alvon Pratama Sitorus serta Junaidi Malau atas pernyataannya dalam konferensi pers terkait keberatannya atas sanksi etik yang dijatuhkan oleh MKMK dalam Putusan No.2/MKMK/L/2023, yaitu pencopotan jabatan dari Ketua MK.

Anwar juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap keputusan pengangkatan Ketua MK yang baru dengan masa jabatan 2023-2028, Suhartoyo.

Anggota MKMK Yuliandri mengatakan, hal yang menjadi perhatian utama para hakim adalah sikap Anwar selaku Hakim Terlapor yang tidak dapat menerima putusan MKMK dengan menggelar konferensi pers.

“Dalam konferensi pers tersebut, Hakim Terlapor secara terbuka menyampaikan kepada publik yang diliput oleh berbagai media khususnya perihal keberatannya mengenai prosedur beracara, pertimbangan Majelis Hakim, dan sanksi,” kata Yuliandri.

Secara kelembagaan, tindakan tersebut memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap marwah dan keluhuran martabat MK karena penyampaian keberatan dilakukan secara terbuka.

Selain itu, bagi MKMK, gugatan Anwar ke PTUN merupakan fakta yang memperkuat bahwa ia tidak dapat menerima putusan tersebut, bahkan melakukan reaksi dan perlawanan.

Menurut pandangan majelis, ketidakterimaan Anwar tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

“Dengan demikian, Majelis Kehormatan memandang perlu untuk memberikan teguran tertulis kepada Hakim Terlapor untuk menunjukkan sikap patuhnya yang tulus terhadap Putusan Majelis kehormatan, in casu Putusan No.2/MKMK/L/2023,” pungkas Yuliandri.

Rekomendasi