ERA.id - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi. Terdapat fakta-fakta Eddy Hiariej jadi tersangka KPK.
Kejelasan penetapan tersangka Eddy Hiariej disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK. Eddy adalah satu dari empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tandatangani sekitar dua minggu lalu,” ungkap Alex, Kamis (9/11/2023).
Fakta-Fakta Eddy Hiariej Jadi Tersangka KPK
1. Dugaan uang panas dari pengusaha nikel
Dilansir Tempo, Eddy diduga menerima suap dari pengusaha tambang nikel, Helmut Hermawan, pada 2023. Nilai suapnya adalah Rp7 miliar, sedangkan gratifikasinya senilai Rp1 miliar.
Helmut menjelaskan kepada KPK, dirinya mengirimkan uang agar Eddy membantu mengubah akta perusahaan PT Citra Lampia Mandiri di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU).
Untuk menerima uang dari Helmut, Eddy diduga menggunakan dua rekening bank milik asistennya, yaitu Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi. Untuk memperluas penyelidikan, penyidik KPK akan menggunakan pasal pencucian uang.
2. Awal mula perkara
Awal dari kasus dugaan suap dan gratifikasi kepada Eddy Hiariej adalah saat Helmut menemui Eddy pada April 2022. Ketika itu, Helmut tengah bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan saham PT Citra Lampia Mandiri.
Setelah beberapa pertemuan hingga terjadi kesepakatan, Helmut mengirimkan sejumlah uang secara bertahap melalui rekening PT Citra Lampia Mandiri ke rekening asisten Eddy.
3. Pelaporan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW)
Eddy dilaporkan ke KPK oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, pada Maret 2023. Pelaporan dilakukan atas dugaan tindak memperdagangkan kewenangan dalam sengketa kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri.
Satu bulan kemudian, kasus Eddy masuk tahap penyelidikan. Pada fase ini, terjadi penundaan pemeriksaan dan barang bukti. Direktur Penyelidikan KPK, Brigjen Endar Priantoro, tidak menyetujui permintaan penyidik agar kasus Eddy dibahas dalam rapat. Gerak Endar dalam kasus tersebut meredup setelah pimpinan KPK menunjuk pelaksana harian Direktur Penyelidikan untuk menggantikannya pada Juli—Oktober 2023.
4. Pandangan MAKI
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, uang total senilai Rp8 miliar yang diterima Eddy dari Helmut adalah uang terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT Citra Lampia Mandiri kepada Direktorat Jenderal AHU Kemenkumham.
"Urutannya itu adalah Rp4 miliar, Rp3 miliar, dan Rp1 miliar. Uang Rp4 miliar konon katanya untuk upah lawyer, Rp3 miliar tambahan lagi untuk menutup perkara yang menyangkut Helmut karena dia juga dilaporkan di Polri, tapi janji itu tampaknya yang Rp3 miliar tidak terpenuhi, yang Rp1 miliar untuk permintaan membiayai kegiatan persatuan tenis lapangan Indonesia, organisasi olahraga," terang Boyamin, seperti dilansir CNN Indonesia.
Boyamin mengatkan, hal tersebut bisa masuk kategori suap, gratifikasi, ataupun pemerasan. Menurutnya, ada konflik kepentingan terkait pelayanan dan penerimaan uang dalam perkara itu. Dia juga mengatakan, pelayanan dari Wamenkumham terhadap aduan sengketa seharusnya dilakukan tanpa ada upah.
"Mestinya kalau Pak Wamenkumham melayani orang yang mengadu karena sengketa, ya dilayani saja jangan minta upah karena memang tugasnya dia," jelas Boyamin.
"Kalau dapat sesuatu paling aman sebagai orang yang ngerti hukum mestinya Pak Wamenkumham ini melapor ke KPK dalam jangka waktu 30 hari, nanti KPK menilai ini boleh diterima atau tidak karena itu bisa dianggap adanya konflik kepentingan uang itu, setidaknya gratifikasi," tambahnya.
Itulah fakta-fakta Eddy Hiariej jadi tersangka KPK. Untuk mendapatkan info menarik lainnya, ikuti terus Era.id.