Tanggal 12 November 1991, ketegangan pecah ketika para mahasiswa dan pemuda di Santa Cruz, Dili, Timor Timur melakukan demonstrasi. Mereka menuntut pertanggung jawaban pemerintah Indonesia atas tewasnya rekan mereka, Sebastiao Gomes.
Demonstrasi kala itu dilakukan di pemakaman Santiao. Massa demo yang juga pro-gerakan separatis itu ditembaki oleh militer. Akibatnya, tragedi. 271 orang tewas, 382 terluka, dan 250 lainnya menghilang.
Saat peristiwa terjadi, dua jurnalis Amerika Serikat, Amy Goodman dan Allan Nairn lagi ada di tanah yang kini bernama Timor Leste. Peristiwa itu pun diabadikan lewat rekaman video.
In cold blood, the massacre of East Timor
Peristiwa itu belakangan jadi aib bagi pemerintah Indonesia ketika gambar pembantaian tersiar ke seluruh dunia. Goodman dan Nairn berhasil menyelundupkan rekaman keluar dari Timor Timur.
Rekaman itu pun ditayangkan di ITV di Britania dengan judul liputan In Cold Blood, The Masssacre of East Timor pada Januari 1992. Mata dunia pun tertuju pada pemerintah Indonesia.
Kejadian ini turut berbuntut pada merenggangnya hubungan antara Indonesia dan Australia. Pemerintah dan warga Australia yang saat itu setia mendukung rezim Soeharto kecewa. Australia yang terlibat dalam pendudukan Timor Timur melihat pembantaian Santa Cruz sebagai pengkhianatan pemerintah Indonesia terhadap dukungan mereka.
Tragedi Santa Cruz juga jadi pemantik perhatian dunia internasional untuk lebih memperhatikan nasib Timor Timur. PBB pun turun langsung ke Timor Timur untuk lebih mengintensifkan negosiasi. Tragedi Santa Cruz kini diperingati setiap 12 November sebagai Hari Pemuda oleh rakyat Timor Leste.