Jakarta, era.id - Pada 1954 dibentuk suatu organisasi massa yang bertujuan memperjuangkan hak perempuan Indonesia yakni Gerwani atau Gerakan Wanita Indonesia, mulanya bernamakan Gerwis atau Gerakan Wanita Indonesia Sedar. Dibawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI), Gerwani mulai menggerakkan perjuangannya dan menunjuk Umi Sarjono sebagai pemimpin. Umi Sarjono sendiri merupakan istri mantan pemimpin PKI sebelum Aidit yakni Suksiman.
Perubahan-perubahan yang terdapat dalam internal Gerwani seperti perubahan organisasi kader menjadi organisasi massa semakin terlihat dalam resolusi Kongres III. Gerwani menujukan arah politik yang mereka dalami yakni memperjuangkan segala hak perempuan sekalipun banyak masalah yang dihadapi dalam demokrasi terpimpin, seperti pelecehan seksual, perkawinan hingga isu kenaikan pangan. Dalam ideologinya, Gerwani dianggap mengadopsi paham sosialisme, nasionalisme dan feminisme.
Salah satu bentuk perjuangan Gerwani misalnya pada Kongres Gerwani II diputuskan bahwa hak-hak kaum perempuan dan anak-anak tidak dapat dipisahkan dari kemerdekaan dan perdamaian. Gerwani mencetuskan agar anak mempunyai hak untuk mendapat fasilitas pendidikan yang memadai hingga jenjang yang tinggi. Serta hak mendapatkan kesehatan anak yang termasuk dalam kesejahteraan rakyat.
Selain itu, Gerwani juga memperjuangkan pembebasan hak anak atas praktik perburuhan anak. Serta perlindungan anak dari pelecehan-pelecehan seksual. Pelecehan seksual yang dimaksud selain memperkosa, adalah perkawinan paksa para gadis yang ada di desa-desa. Dalam mewujudkannya, Gerwani berjuang keras mewujudkan Perkawinan Demokratis yang di mana anak-anak merupakan aset dalam partisipasi politik perempuan.
Saat kaum perempuan tidak mendapatkan hak yang seharusnya dirasakan, Gerwani akan hadir membantu guna mencapai tujuan emansipasi revolusioner. Konsep Emansipasi Revolusioner ini berbeda dengan konsep feminisme, jika konsep feminisme hanya berjuang melawan lelaki saja atau anti lelaki, konsep Emansipasi Revolusioner hadir dengan tujuan perjuangan kaum wanita menuju kemerdekaan nasional sepenuhnya bersama kaum laki-laki.
Emansipasi Revolusioner juga lahir dikarenakan lenturnya konseptualisasi feminisme, sosialisme, nasionalisme, dan imperialisme yang sering berubah, sehingga Gerwani menyerukan istilah ini. Dalam hal ini, Soekarno selaku Presiden kala itu mendukung konsep Emansipasi Revolusioner dengan menciptakan buku Sarinah yang menjadi panduan kader Gerwani sebagai pedoman perempuan untuk membantu perjuangan Republik Indonesia.