Ulah Kaset Bajakan
Ulah Kaset Bajakan

Ulah Kaset Bajakan

By ahmad syarif | 16 Jul 2018 14:30
Jakarta, era.id -  Rasanya warga dunia harus berterima kasih kepada Philips, perusahaan elektronik yang telah memperkenalkan format audio kaset dengan nama Compact Cassete pada 1963 di Eropa. Kaset yang secara tampilan lebih sederhana dan praktis menjadi pilihan para penikmat musik. Semenjak itu pula distribusi kaset kian kencang merambah dunia dan menjadi industri baru menggeser kepopuleran piringan hitam yang lebih dulu dikenal masyarakat. Kaset sendiri pertama kali masuk ke Indonesia pada akhir 1960-an.

Era digital datang dan ikut mengubah mata rantai bisnis musik. Pamor kaset memudar dan berubah menjadi barang koleksi. Sekarang toko musik agak sulit ditemui. Padahal, beberapa dekade lalu kaset dan CD berjaya. Kepopuleran kaset juga berimbas pada kemunculan sejumlah toko musik. Toko musik diserbu pencinta musik, bahkan kala itu orang rela antre berjam-jam demi mendapatkan kaset limited edition. Kalau sekarang mungkin semacam antrean panjang orang-orang yang ingin membeli gadget canggih keluaran terbaru.

Kepopuleran kaset yang diciptakan untuk mempermudah manusia merekam dalam format pita kemudian melahirkan masalah baru, yaitu pembajakan. Mudahnya merekam suara menyebabkan para pelanggar hak cipta merekam lagu-lagu produksi studio rekaman Lokananta, Dimita, Remaco, dan Metropolitan.

Bisnis bajakan jelas menggiurkan. Bagi konsumen pun begitu, dengan merogoh kocek Rp600, konsumen bisa mendengar hingga 24 lagu dalam satu kaset. Sedangkan rekaman asli berisi 12 lagu dengan harga Rp1.200.

Maka, jadi jelas mengapa kaset-kaset 'gelap' begitu cepat menjamur di masyarakat. Keaslian seakan menjadi suatu hal yang tidak penting bagi pendengar musik pada masa itu. Pada 1971 berbagai media mulai memberitakan mengenai kejamnya pembajakan yang tak dapat dianggap sepele dan dipandang sebelah mata.

Dampak dari pembajakan sendiri tentu berimbas kepada sektor perekonomian. Industri rekaman yang menjadi salah satu penyumbang pajak negara digerogoti secara perlahan. Akibat lesunya sektor ini setiap tahun setidaknya negara kehilangan setengah triliun rupiah.

Melihat kenyataan miris itu, pemerintah pun mulai turun tangan menangani pembajakan. Sayang, ikut campur pemerintah tak memberikan hasil yang begitu berarti. Pemerintah seakan ragu dengan alur dan standar penangkapan pembajak. Terlihat dari laporan yang diberikan Remaco baru diproses setahun setelahnya. Sikap yang lambat dari pihak berwenang ini menyebabkan banyak PH mulai ancang-ancang gulung tikar.

Panjangnya sejarah pembajakan dapat kamu nikmati dengan cara yang asyik dalam motion graphic di atas.

Tags :
Rekomendasi
Tutup