Aturan FIFA Tentang Gas Air Mata: Membaca Tragedi Aremania yang Korbankan Ratusan Jiwa

| 03 Oct 2022 12:42
Aturan FIFA Tentang Gas Air Mata: Membaca Tragedi Aremania yang Korbankan Ratusan Jiwa
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

ERA.id - Pada Sabtu, 01 Oktober 2022, Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, dipenuhi tembakan gas air mata yang ditujukan kepada suporter Arema. Hal itu menimbulkan kepanikan dan mendorong penonton lari ke pintu keluar berdesakan, sehingga mengakibatkan penumpukan massa dan terinjak-injak dengan napas yang sesak.

Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam

pertandingan Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu, 1 Oktober 2022. (Antara/Ari Bowo Sucipto)

Korban yang berasal dari pihak suporter Arema, yaitu Aremania yang dilarikan ke rumah sakit, dalam konferensi pers dikatakan, mayoritas tidak dapat diselamatkan. Hal ini disebabkan kondisi korban yang telanjur memburuk setelah kerusuhan pecah.

Kebanyakan korban tragedi Kanjuruhan yang mengembuskan napas terakhir di rumah sakit mengalami sesak napas, ditambah dengan terinjak-injak suporter lainnya yang panik akibat tembakan gas air mata oleh polisi. Dari kabar terakhir, kerusuhan ini telah menewaskan 125 orang.

Aturan FIFA Terkait Penggunaan Gas Air Mata

Sebelumnya, kerusuhan di Stadion Kanjuruhan terjadi setelah suporter Arema turun ke lapangan karena Persebaya mengalahkan timnya 2-3. Polisi merespons insiden tersebut dengan menghadang dan melepaskan gas air mata.

Dalam kejadian tersebut, penggunaan gas air mata oleh polisi pun menjadi sorotan. Sementara, dalam aturan FIFA, terkait pengamanan dan keamanan stadion (FIFA Stadium Saferty dan Security Regulations), petugas keamanan tidak diperbolehkan melepas gas air mata.

Peraturan tersebut tertulis dalam pasal 19b mengenai petugas penjaga keamanan lapangan (Pitchside stewards), yang berbunyi, "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan).

Berikut 5 pedoman dalam pasal tersebut:

1. Petugas keamanan dan atau polisi ditempatkan di sekitar lapangan permainan yang kemungkinan besar dapat direkam di televisi. Oleh sebab itu, penampilan dan sikap mereka harus memiliki standar tertinggi setiap saat.

2. Dilarang membawa atau mempergunakan senjata api atau “gas pengendali massa (gas air mata).”

3. Selama pertandingan, semua petugas keamanan dan/atau petugas polisi wajib menjaga profil serendah mungkin, yaitu dengan ketentuan sebagai berikut:

- Ditempatkan di antara papan iklan dan tribun.

- Duduk di kursi agar tidak terlalu menonjol di televisi atau menutupi pandangan penonton.

- Tidak mengenakan barang-barang agresif (helm, masker wajah, tameng, dll)

Ketentuan tersebut dapat dijalankan hanya saat diperlukan melalui aturan atau sikap yang sebelumnya sudah disepakati.

Hal itu ditetapkan karena berkaitan dengan perilaku orang banyak dengan potensi ancaman yang terjadi.

4. Jumlah petugas lapangan dan/atau petugas polisi diupayakan harus dijaga seminimal mungkin. Hal itu diterapkan dengan mempertimbangkan perilaku penonton yang diharapkan dan kemungkinan menjalankan pelanggaran di lapangan.

5. Jika terjadi risiko tinggi invasi ke lapangan atau gangguan kerumunan, pemberi pertimbangan harus memberi izin kepada petugas polisi dan/atau petugas keamanan untuk memosisikan diri pada barisan depan kursi di stadion.

Dalih Polisi Saat Menembakkan Gas Air Mata

Dalam Tragedi Kanjuruhan, polisi mengeluarkan dalih, bahwa gas air mata tersebut ditembakkan untuk meredam kerusuhan suporter. Polisi tidak hanya melepaskan tembakan gas air mata ke arah suporter yang turun ke lapangan, melainkan juga ke arah tribun penonton Stadion Kanjuruhan, yang selanjutnya menimbulkan kepanikan.

Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nico Afinta, menyebutkan, pendukung Arema FC yang terjun ke lapangan sudah melakukan tindakan anarkis dan mengancam keselamatan. Hal itulah yang menjadi alasan polisi melepaskan tembakan gas air mata.

"Karena gas air mata itu, mereka [massa] pergi ke luar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan. Dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen," ujar Nico, dikutip dari Antara.

Sementara itu, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Zainudin Amali, mengatakan pihaknya akan melakukan pengusutan terhadap kasus penggunaan gas air mata yang dilakukan pihak kepolisian dalam tragedi tersebut.

Baca artikel-artikel dan informasi menarik lainnya, pantau terus kabar terbaru dari ERA, Media Terpercaya dan Pilihan Anda.

Rekomendasi