ERA.id - Tragedi Kanjuruhan adalah duka bangsa Indonesia, bahkan dunia. Sikapi peristiwa berdarah itu, pemerintah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). Nama Nugroho Setiawan, salah satu anggota TGIPF, menjadi sorotan. Siapa Nugroho Setiawan?
TGIPF diumumkan pada Senin, 3 Oktober. Total anggota TGIPF adalah 13 orang yang berasal dari berbagai profesi dan status, seperti jurnalis, akademisi, menteri, mantan pengurus PSSI, dan mantan pemain timnas Indonesia. Menko Polhukam, Mahfud MD, dipercaya menjadi Ketua dari tim gabungan ini.
Daftar anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan
Daftar anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan yang diumumkan Menko Polhukam pada Senin, 3 Oktober.
· Ketua: Mahfud MD (Menko Polhukam)
· Wakil Ketua: Zainuddin Amali (Menpora)
· Sekretaris: Nur Rochmad (mantan Jampidum/mantan Dep. III Kemenko Polhukam)
Anggota TGIPF:
· Prof. Dr. Rhenald Kasali (Akademisi UI)
· Prof. Dr. Sumaryanto (Rektor UNY)
· Akmal Marhali (pengamat olahraga/Koordinator Save Our Soccer)
· Anton Sanjoyo (jurnalis olahraga - Harian Kompas)
· Nugroho Setiawan (AFC Security Officer)
· Letjen TNI (Purn.) Doni Monardo (mantan Kepala BNPB)
· Mayjen TNI (Purn.) Dr. Suwarno S.IP,M.Sc (Wakil Ketum 1 KONI)
· Irjen Pol (Purn.) Sri Handayani (mantan Wakapolda Kalimantan Barat)
· Laode M. Syarif, S.H., LLM., Ph.D (Kemitraan)
· Kurniawan Dwi Yulianto (mantan pemain timnas/APPI)
Mengenal Siapa Nugroho Setiawan
Nugroho Setiawan bukan orang baru dalam dunia pengamanan persepakbolaan. Dia merupakan mantan security officer PSSI. Usai keluar, Nugroho menjadi security officer di Konfederasi Sepakbola Asia atau Asian Football Confederation (AFC).
Dia memulai dunia bidang keamanan sepakbola dengan menjadi security officer Pelita Jaya pada 2008. Setelah itu, Nugroho menjadi Head of Infrastructure, Safety, and Security PSSI.
Bukan sekadar profesi, dia juga telah mengantongi lisensi internasional. Nugroho memiliki lisensi Security Officer dari FIFA dan AFC. Hal tersebut menjadikannya satu-satunya security officer aktif di Indonesia yang berlisensi FIFA.
Secara umum, Nugroho dilibatkan dalam pertandingan-pertandingan sepak bola seremonial dan pertandingan berisiko tinggi. Namun, lulusan Sastra Rusia Universitas Indonesia (UI) ini tak hanya menggeluti bidang sepak bola. Dia juga pernah menjadi konsultan ahli manajemen pengamanan di beberapa perusahaan, misalnya Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Sucofindo.
Pandangan Nugroho Setiawan terhadap Sepak Bola Indonesia
Berdasarkan wawancara yang dimuat laman resmi PSSI pada April 2018, Nugroho menjadi pengajar untuk sertifikasi manajer keamanan. Pada 2018, Nugroho mengatakan bahwa keamanan pertandingan sepak bola di Tanah Air jauh dari semestinya. Persepakbolaan Indonesia dia nilai belum bisa menjadi sarana hiburan keluarga.
“Sepak bola ini stakeholder-nya banyak. Mulai panitia penyelenggara, media, suporter, hingga aparat kepolisian. Semua harus benar-benar komitmen mengenai masalah keamanan,” terang Nugroho, dikutip Era dari laman resmi PSSI.
“Menyepelekan satu hal kecil tentang keamanan bisa berarti membuka celah untuk sesuatu yang tidak diinginkan terjadi dalam sebuah pertandingan,” tambahnya.
Sejak 2020 Nugroho sudah tak menjadi pengurus PSSI. Dalam wawancara bersama ABC News, Nugroho mengatakan bahwa dirinya menyingkir dari federasi karena “politik”.
“Ada situasi politik organisasi di mana saya harus menyingkir,” terangnya.
Terkait kasus di Stadion Kanjuruhan, Nugroho berpendapat bahwa sebenarnya hal tersebut bisa dikalkulasi, diprediksi, kemudian dimitigasi. Dia menyesalkan tragedi seperti itu bisa terjadi.
Meski demikian, Nugroho hanya bisa memberikan komentar secara normatif sebab tidak ada di lokasi ketika peristiwa terjadi. Nugroho menyoroti tiga hal penting yang harus ada dan tersinkronisasi dalam penyelenggaraan pertandingan sepak bola.
“Poin yang kesatu adalah kesamaan persepsi pengamanan di antara semua stakeholder. Yang kedua adalah kondisi infrastruktur, ini harus dilakukan assessment. Yang ketiga adalah supporter behaviour itu sendiri yang harus kita engineering,” jelas Nugroho.
“Ketiga aspek ini harus tersinkronisasi, dan ketika kita melakukan penilaian risiko atau risk assessment, kita akan menghasilkan sebuah rencana pengamanan yang disetujui bersama, jadi suatu agreed behaviour and procedure,” tambahnya.
Dia menduga, sinkronisasi tiga hal tersebut tidak terjadi dalam penyelenggaraan pertandingan di Stadion Kanjuruhan lalu. Di Indonesia, lanjut dia, kesamaan persepsi antara pengamanan pertandingan sepak bola dengan pihak berwenang dalam belum terjadi.
Sebelum menjadi anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Nugroho mengatakan bahwa investigasi insiden berdarah tersebut seharusnya dilakukan oleh badan independen, bukan PSSI.
“Bagi saya satu orang (tewas) saja sudah luar biasa apalagi ini sampai 100 orang lebih. Jadi harus badan yang lebih tinggi atau independen,” jelasnya.