ERA.id - Indonesia dipaksa mundur dari All England. Hal ini membuat banyak warganet kecewa dan meluapkan kekesalannya kepada Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) serta Presiden BWF, Poul-Erik Hoyer Larsen. Keputusan itu kini menjadi kontroversi dan aneh sebab satu dan lain hal.
Perlu diketahui, Poul-Erik Hoyer Larsen bukan hanya membuat kebijakan kontroversi seperti di atas, melainkan pernah memiliki ide aneh soal wacana sistem skor menjadi 11 poin dari lima set (11x5).
Bagaimana tidak aneh, karena satu set biasanya mengemas 21 poin alis 21x3. Sementara jika di ujung set, kedua pebulu tangkis meraup angka 20, maka dipastikan akan diperpanjang hingga poin mencapai 22.
Sistem 11x5 memang pernah dijalankan, namun sejak 2006 silam, aturan itu ditinggalkan dan berubah menjadi sistem 21x3 termasuk menggantikan gim distribusi 15 poin (sistem klasik). "Saya ingin mengubah sistem penilaian yang ada. Kami terlalu konservatif sekarang dan menyebabkan bulutangkis jalan di tempat," kata Larsen dikutip Sports Sina.
Demi mendukung idenya, Larsen sempat melakukan uji coba sistem 11x5 pada pertandingan-pertandingan tingkat rendah pada 2014 silam. Namun berujung jalan di tempat. Pada Mei 2018 lalu, ide aneh Larsen kembali di bawa ke forum Konferensi Tahunan Bulutangkis Dunia.
Hasilnya, ada 123 suara menentang sedangkan 129 mendukung. Selintas Larsen menang, tapi secara aturan voting, suara Larsen tetap kalah lantaran tak mencapai 2/3 dari total suara yang ada. Yang menolak pun kebanyakan dari Asia, yang menganggap sistem tersebut hanya menguntungkan pihak Eropa sendiri.
Profil Poul-Erik Hoyer Larsen
Poul-Erik Hoyer Larsen adalah mantan pemain bulutangkis tunggal putra Denmark yang kini dari Presiden BWF (2017-21). Ia lahir pada 20 September 1965 silam (54 tahun) di Kota Helsinge.
Poul-Erik Hoyer Larsen mempunyai tinggi 189 cm dan ia menjadi pemain kidal yang namanya sangat harum sejak 1985 hingga era 2000-an. Sejumlah lawan kerap dikandaskannya.
Gelar internasional pertama diraih Larsen ketika menjuarai Czechoslovakian Open pada 1985 silam. Lalu merembet ke sederet gelar IBF World Grand Prix. Mulai dari French Open, Dutch Open, Denmark Open, German Open, Poona Open, Swiss Open, Russia Open, Carlton Inter-sport Cup, hingga U.S. Open telah diraih Larsen.
Larsen juga pernah menduduki peringkat pertama dunia berdasarkan penghitungan BWF pada masanya. Puncaknya, Larsen turut bertarung di tiga Olimpiade berbeda. Pertama di Olimpiade 1992 Barcelona, Larsen takluk dari tunggal putra andalan Indonesia Ardy Wiranata (semifinal).
Lalu pada Olimpiade 1996 Atlanta, Presiden BWF ini bikin momen tak terlupakan sebab mampu merengkuh medali emas setelah mengalahkan Dong Jiong (China) dengan skor 15-12, 15-10.
Karier Pasca Pensiun
Usai kenyang akan prestasi yang ditorehkan, Larsen menyatakan pensiun. Setelah itu, ia menghilang dari pemberitaan. Sosok Larsen kembali muncul pada 2007 usai dipercaya menjadi Wakil Presiden Federasi Bulutangkis Denmark.
Tiga tahun berselang, Larsen pun dipercaya untuk menjabat sebagai Presiden Federasi Bulutangkis Eropa. Di sana, ia menjabat hanya hampir tiga tahun sebab pada Mei 2013, Larsen mencalonkan diri maju sebagai Presiden BWF. Larsen kala itu bersaing dengan wakil Indonesia Justin Suhandinata.
Larsen terpilih menggantikan Kang Young-Joong (Korea Selatan) usai mendapat suara sebanyak 145, sedangkan Justin hanya merengkuh 120 suara saja.
Pada 2014, Larsen terpilih jadi anggota Komite Olimpik Internasional (IOC). Lalu Maret 2017, Larsen kembali terpilih sebagai Presiden BWF untuk periode kedua yang akan dijabat empat tahun ke depan.