ERA.id - Kleon Papadimitriou, seorang mahasiswa asal Yunani ini rela menempuh jarak 2.175 mil demi bertemu keluarga. Dia menghabiskan 48 hari dengan bersepeda hingga sampai di Athena.
"Baru sekarang saya sadar betapa besar pencapaian ini," kata Papadimitriou, dikutip dari CNN, Senin (20/7/2020).
Lewat perjalanan yang dia tempuh ini, dirinya mengaku jadi mengetahui di mana letak kekuatan, kelemahan, batas kemampuan, hingga dirinya sendiri lebih dalam. Papadimitriou berharap perjalanan panjangnya ini bisa menginspirasi banyak orang dan keluar dari zona nyaman mereka untuk melakukan sesuatu yang baru.
Perjalanan ini juga sebenarnya terpaksa dia lakukan karena penerbangan ke Athena ditutup sementara karena pandemi COVID-19. Padahal menurut pengakuannya, dia sudah memesan tiga kali perjalanan penerbangan, tetapi semuanya dibatalkan.
Mahasiswa University of Aberdeen ini terjebak di Skotlandia setelah pandemi menyerang sekitar bulan Maret 2020. Kala itu dia berniat kembali ke rumah dengan tujuan bisa mengurangi angka penyebaran virus korona baru.
"Pada awal April saya tahu bahwa saya akan menghabiskan setidaknya sebulan selama di karantina di Aberdeen," lanjutnya.
Rasa penasaran dan ketertarikannya dengan perjalanan pun dimulai saat dia meneliti hal-hal yang harus disiapkan selama berpetualang dengan sepeda. Dia juga mengatakan sudah mengikuti perlombaan di tahun 2019 dan sudah berlatih selama beberapa minggu.
Setelah persiapan dan latihan matang, dia akhirnya membeli sepeda dan meminta izin ke orangtua untuk memulai perjalanan. Tentunya ada satu syarat yang harus dia terapkan, yaitu memasang aplikasi pelacak yang bisa memantau keberadaanya di mana pun dia berada.
Perjalanan pun di mulai pada 10 Mei 2020. Saat itu dia membawa bekal berupa ikan sarden, roti, selai kacang, tenda, kantung tidur, dan peralatan sepeda lainnya.
Dalam sehari dia berhasil menempuh sedikitnya 35 hingga 75 mil per hari yang berawal dari Inggris kemudan Belanda. Dia bersepeda sepanjang Rhine di Jerman beberapa hari, melwati Austria dan bersepeda di sepanjang pantai timur Italia.
Selama perjalanan dia mendirikan kemah di ladang dan hutan. Sesekali dia juga mengunjungi teman atau kenalannya yang menawarkan penginapan. Tentu saja hal ini disambut hangat, selain bisa irit uang dan stok makanan dia juga bisa tidur nyaman di kasur yang empuk.
"Saya orang yang relatif tertutup, saya terpaksa keluar dari zona nyaman saya dalam arti bahwa jika saya tidak melakukan beberapa hal, saya tidak akan punya tempat tinggal, saya tidak akan punya air," ungkap Papadimitriou.
"Itu memaksa (secara tak langsung) saya untuk berinteraski dan melakukannya," lanjutnya.
Saat sampai di rumah, keluarga dan para kerabatnya sudah menunggu dan menyambut kedatangan. Baginya hal itu jadi sesuatu yang emosional. Berkat perjalanan panjang itu dia juga mengaku jadi lebih terbuka dan percaya diri pada kemampuannya.