Dalam segi bahasa ternyata peci dan kopiah merupakan bahasa serapan. Salah satu sumber menyebut, peci mengacu pada kata fez yaitu tutup kepala kaum nasionalis Turki, sedangkan dalam bahasa Belandanya petje artinya topi kecil. Sementara kopiah berasal dari kata keffieh, kaffiyeh atau kufiya dalam bahasa Arab, yang artinya tutup kepala.
Kalau dari bentuknya, peci atau kopiah lumayan mirip dengan 'kepi' yakni topi yang digunakan militer Prancis. Bedanya, 'kepi' agak bulat dan ada kanopi di bagian depannya yang mirip dengan topi.
Lain lagi dengan songkok, sebutan lain dari kopiah ini berasal dari bahasa Melayu atau Bugis. Rozan Yunos dalam artikelnya The Origin of the Songkok or Kopiah yang pernah dimuat The Brunei Times edisi 23 September 2007 menceritakan, peci pertama kali dikenalkan oleh saudagar Timur Tengah yang menyebarkan agama Islam. Ia juga menyatakan pendapat dari beberapa ahli, ternyata peci atau kopiah ini sudah digunakan sejak abad ke-13 di Kepulauan Malaya.
Di Indonesia sendiri, sebuah foto jadul zaman kolonial, memperlihatkan Raja La Pawawoi tengah mengenakan songkok ketika ditangkap tahun 1905. Berikutnya sebuah lukisan sosok Andi Mappanyukki terlihat sedang mengenakan songkok. Andi Mappanyukki adalah salah tokoh pejuang dan seorang bangsawan tertinggi di Sulawesi Selatan.
Penggunaan songkok mulai berkembang dan tidak hanya digunakan oleh Raja Bone saja, tetapi rakyat biasa. Budaya itu membuat peci bugis menjadi bagian dari pakaian daerah Sulawesi Selatan.
Perjalanan peci di Indonesia berlanjut, tepatnya saat tokoh pergerakan nasional mulai masif mengenakan peci dalam beberapa kesempatan. Sebut saja Muhammad Husni Thamrin, ketika ia terpilih sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat) pada tahun 1927. Berikutnya HOS Cokroaminoto yang tumbuh besar dengan budaya Jawa. Awalnya ia menggunakan blangkon sebagai penutup kepala, kemudian beralih ke peci.
Jabatannya sebagai Ketua Umum Sarekat Islam pastinya menginspirasi para pengikutnya, misalnya tokoh pejuang Agus Salim. Banyak dokumen yang membuktikan dirinya menggunakan peci di berbagai kesempatan. Selanjutnya pasca kemerdekaan, Douwes Dekker juga mengenakan peci saat ia menjabat sebagai menteri.
Tak hanya di kalangan rakyat sipil, peci juga digunakan oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai pengganti baret dan helm baja untuk menutup kepala. Karena saat TKR terbentuk mereka belum mampu untuk menyediakan baret dan helm baja.