Menurut cerita rakyat, tradisi membuat ketupat saat Lebaran ini diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga kepada masyarakat Jawa pada sekitar abad 15 dan abad 16. Masyarakat Jawa dan Sunda menyebut ketupat sebagai kupat yang berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan.
Ketupat pun bisa berarti laku papat (empat laku) yang juga melambangkan empat sisi dari ketupat. Sedangkan janur (bahan baku membuat ketupat) mempunyai makna bahasa Arab jaa'a al-nur yang berarti telah datang cahaya.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, bentuk ketupat (persegi) diartikan sebagai kiblat papat limo pancer. Papat dimaknai sebagai simbol empat penjuru mata angin utama: timur, barat, selatan, dan utara. Artinya, ke arah manapun manusia akan pergi ia tak boleh melupakan pacer (arah) kiblat atau arah kiblat (salat).
Ketupat adalah
Di Bali ternyata ada ketupat pula, dan disebut juga Tipat, biasa digunakan saat sembahyang. Meski identik dengan tradisi muslim Indonesia, ketupat ternyata memiliki jejak sejarah yang panjang. Terbukti oleh adanya sebutan "kupat" dan kata jadiannya seperti "khupat-kupatan, akupat, atau pakupat" dalam Kakawin Kresnayana (13.2, 31.13), Kakawin Subadra Wiwaha (27.8), Kidung Sri Tanjung (36.f) dan kata "kupatay" dalam Kakawin Ramayana (26.25).
Pedagang ketupat. (Foto: commons.wikimedia.org)
"Hal ini menjadi petunjuk bahwasanya sebagai penganan kupat telah ada pada abad IX dan lebih marak lagi abad XIV-XV Masehi," kata dosen sejarah Universitas Negeri Malang (UM) M Dwi Cahyono, seperti dikutip malangtimes.com.
Menurut dia, kata "kupat" sudah muncul sebelum Abad XV-XVI Masehi, tepatnya pada masa Hindu-Buddha. Terbukti oleh adanya sebutan "kupat" dan kata jadiannya seperti "khupat-kupatan, akupat, atau pakupat" dalam Kakawin Kresnayana (13.2, 31.13), Kakawin Subadra Wiwaha (27.8), Kidung Sri Tanjung (36.f) dan kata "kupatay" dalam Kakawin Ramayana (26.25).
Panggilan untuk ketupat
Ketupat juga memiliki banyak nama lokal di antaranya bahasa Bali tipat; bahasa Banjar katupat; bahasa Betawi tupat; bahasa Cebu puso; bahasa Filipino bugnoy; bahasa Gorontalo atupato; bahasa Jawa kupat; bahasa Kapampangan patupat; bahasa Madura ketopak; dan bahasa Makassar katupa'.
Pedagang kupat sayur di Jakarta, waktu tidak diketahui. (Foto: pinterest)
Kemudian bahasa Melayu ketupat; bahasa Minangkabau katupek; bahasa Osing kupat; bahasa Sasak topat; bahasa Sunda kupat; bahasa Tagalog bugnoy; bahasa Tausug ta’mu; serta bahasa Tolitoli kasipat.
Dalam Sukarno, Tentara, PKI, Rosihan menulis catatan harian bagaimana lebaran pada 1961. Ketika berangkat salat di Kebayoran Baru, di jalan dia melihat banyak becak yang didandani dengan selongsong ketupat. Roshan berpikir para abang becak sedang merayakan lebaran.
Tapi seorang sopir jip bercerita bahwa para abang becak mendapatkan selongsong itu dari pasar-pasar yang membuangnya karena tak laku. Beras, yang menjadi isi ketupat, tak terbeli oleh rakyat karena harganya melambung, demikian dikutip historia.id.
Seorang wanita memasak ketupat, tahun 1953. (Foto: Commons Wikimedia)