ERA.id - “Kalau dulu, jaman saya SMA, mungkin satu Vespa sejuta saudara. Kalau sekarang, satu Vespa sejuta sudah nggak dapat saudara-saudara,” gurau founder Scooter VIP Dennil Sagita di bengkelnya saat redaksi Era.id berkunjung ke sana, Rabu (15/5/2024).
Slogan “satu Vespa sejuta saudara” memang melekat erat di komunitas Vespa klasik. Dulu, bila pemilik Vespa saling bersalipan, mereka selalu menyapa dengan membunyikan klakson sembernya. Mereka pun tak perlu takut mogok di jalan. Sebab ada postulat tak tertulis di antara komunitas Vespa, kalau ada Vespa mogok, maka harus dibantu.
Dennil pun pernah memelihara Vespa klasik yang ia beli dari uang tabungannya jualan hp. Ia memboyong Vespa New PX di dealer dekat Pasar Pramuka, Jakarta Timur. Sayangnya, orang tua Dennil tak merestui karena suaranya berisik dan asapnya pekat bikin pusing.
Setelah beberapa waktu menahan omelan orang rumah, Dennil menyerah dan menjual Vespanya. Itu keputusan yang kelak ia sesali.
“Di tahun 2014-2015 saya beli lagi, harganya udah 3-4 kali lipat. Apalagi vespa klasik yang dulu-dulu, sekarang ini yang jual gila, yang beli lebih gila. Karena mahal banget,” cerita Dennil.
Berawal dari kesenangannya dengan Vespa dan dunia kulik-mengulik skuter, pada tahun 2011, Dennil nekat membuka bisnis jual-beli aksesoris Vespa matic pertama di Indonesia yang ia namakan Scooter VIP.
Waktu pertama memulai bisnisnya, Dennil masih menggunakan perantara forum-forum online seperti Kaskus. Kini, Scooter VIP sudah membuka dua cabang di Bekasi dan Surabaya. Ia pun menjadi distributor tunggal produk-produk after market Vespa merek Polini dan Malossi di Indonesia sejak tahun 2012.
Bagaimana kisah Dennil mengembangkan bengkel Vespa-nya dari modal Rp15 juta hingga kini menjadi langganan para artis? Redaksi Era.id menemuinya di bengkel utama Scooper VIP dan menyimak langsung kisahnya di sekitaran Ruko Grand Galaxy City.
Dari forum Kaskus ke Awkarin
Dennil kuliah jurusan teknik di kampus Trisakti. Namun, sejak dulu nalurinya lebih kuat jadi pebisnis ketimbang insinyur.
“Memang senang jualan aja, jualan voucher, jualan pulsa ke teman-teman saya, isi elektrik. Memang saya itu suka bisnis jualan. Apalagi dulu Roxy Mas ini belakang kampus,” ceritanya.
Saban pulang kuliah atau sedang tak ada kelas, Dennil akan mampir ke Roxy berjalan kaki dari kampusnya dan memboyong banyak aksesoris hp. Ia lalu menjualnya kembali ke teman-teman sekampus.
“Rata-rata teman saya kan anak orang kaya semua, nggak mungkin mereka ke Roxy,” ujarnya.
Semasa kuliah itu juga, kisaran tahun 2001-2002, Dennil membuka warung jagung susu keju (jasuke) di kantin kampus. Apa pun ia usahakan agar bisa hidup mandiri dan tak menyusahkan orang tua lama-lama.
Sementara bisnis Vespa-nya baru dimulai setelah ia menikah. Ia mengaku sudah lama mengidam-idamkan Vespa matic atau modern sejak lulus kuliah. Sayang, dulu harga Vespa matic masih kepalang mahal karena belum ada pabrik manufaktur yang buka di kawasan Asia.
“Sebelumnya masih manufaktur Itali, di mana harganya itu hampir setara mobil. Jadi saya nggak punya uang lah buat beli dengan harga tahun segitu, tahun 2009-2010, dulu kan sekitar Rp50-55 juta 14 tahun yang lalu,” ungkap Dennil.
Kesempatan membeli Vespa modern baru datang kala Piaggio mengumumkan akan membuka pabrik di Vietnam pada 2011. Dennil mendengar kabar itu tiga bulan sebelum mereka masuk Indonesia.
“Saya coba-coba cari informasi, ternyata tiga bulan lagi launching ini pas Pekan Raya Jakarta. Ya sudah saya ngantri pertama, karena itu setengah harga, masih masuk akal lah pada waktu itu. Jadi saya ngambil ya waktu itu urutan SPK (Surat Pemesanan Kendaraan) pertama,” ucapnya.
Setelah inden beberapa bulan, Vespa LX yang ditunggu-tunggu tiba di garasi rumahnya. Ia membelinya dari dealer Meta Dwi Guna. Waktu itu, dealer Vespa di Indonesia baru ada dua, Meta dan Prima Inti. Sementara spare part-nya masih jarang dan aksesoris Vespa belum ada yang jual.
Dennil pun mesti putar akal untuk memodifikasi motor mahal pertama yang dibelinya (pada waktu itu sekitar Rp25 juta). Akhirnya ia dan sang istri terbang ke Vietnam. Sebelum berangkat, ia lebih dulu mengabarkan beberapa temannya yang juga baru membeli Vespa matic. Dua orang menitip aksesoris dari Vietnam.
“Saya berangkat ke Vietnam. Pada saat itu beli tiga pieces floor mats (karpet), teman nitip, ternyata langsung habis,” ujarnya. “Ya udah abis dari situ saya ke Vietnam lagi, saya beli lagi itu barang.”
Ia membawa 5-6 biji karpet Vespa dari Vietnam bermodalkan duit Rp15 juta. Tempat jualannya pertama kali lewat forum online di Kaskus. Tak disangka-sangka, hanya dalam waktu sehari barangnya sold out.
“Ini motornya belum pada datang loh, tapi mereka sudah siap dengan aksesorisnya. Dari situ saya lihat peluang, karena pada waktu itu belum ada yang di bisnis ini,” ungkapnya.
Terbitlah nama Scooter VIP kemudian. Dennil merintis bisnis barunya hanya berdua dengan sang istri. Selain jual-beli aksesoris Vespa, ia juga merangkap jual-beli Vespa matic bekas.
Sebabnya, waktu itu belum ada leasing yang mau membiayai pembayaran Vespa matic, sehingga orang-orang harus membeli tunai. Sedangkan dengan harga Rp25 juta—meski tak semahal Vespa rakitan Italia—itu masih tergolong mahal bagi sebagian besar orang.
“Mau nggak mau akhirnya saya juga sempat jualan Vespa second-nya. Jadi ada yang bosan baru 2-3 bulan, saya beli, saya jual lagi, cepat lakunya. Saya manfaatkan bisnis yang ada di Vespa,” ujar Dennil.
“Pas 3-4 tahun kemudian, sudah banyak penggunanya, komunitas juga makin banyak, ya baru-baru gede banget itu di 2014-2015. Kalau dulu kan jarang banget, kita mungkin di jalan berapa banyak sih Vespa lewat? Sekarang kan sudah jadi lifestyle ya,” lanjutnya.
Pada pertengahan tahun 2012, Dennil mengajukan diri menjadi distributor resmi Polini dan Malossi. Produk mereka pun diuji lewat balapan Vespa di Sentul pada 2014.
Seiring popularitas Vespa matic kian membumbung, lama-kelamaan nama Scooter VIP ikut besar. Dennil pun memulai PT Scooter Victory Inter Part pada tahun 2016, bertepatan dengan dibukanya workshop pertama Scooter VIP di kawasan Grand Galaxy City, Bekasi Selatan. Dua tahun berikutnya, ia menambah workshop di bilangan Jemursari, Surabaya.
“Saya pernah dapat project ngerjain Vespa-nya Andre Taulany, Ridwan Hanif, Awkarin, Gading Martin, sampai Rizki Ridho kapten timnas,” cerita Dennil. Ia lupa siapa saja artis yang pernah mampir ke bengkelnya. Ingatan samar-samar itu menunjukkan seberapa popular Scooter VIP di mata banyak penggemar Vespa.
Dennil bercerita, sesudah terakhir bengkelnya memodifikasi Vespa milik Awkarin, banyak perempuan-perempuan yang mulai mempercantik Vespa mereka di Scooter VIP.
Modif Vespa cuma buat orang kaya?
Dennil mengakui spare part dan aksesoris Vespa lumayan mahal ketimbang merek-merek lain. Maklum, skuter asal Italia itu sudah sangat melegenda di Tanah Air. Sampai-sampai di lagu “Piknik ‘72”, Naif menyisipkan bait “naik Vespa keliling kota”.
Saat ditanya berapa ongkos paling banyak yang dikeluarkan pelanggannya untuk modif Vespa, Dennil diam sesaat sambil menghitung-hitung.
“Hampir Rp170 juta, saya aja sampai kaget,” jawabnya. “Tapi namanya hobi, kita nggak bisa menilai dengan uang sebenarnya. Hobi ini kan kepuasan ya.”
Lantas, apakah modifikasi Vespa hanya milik golongan sultan saja? Dennil menampiknya.
“Budget finansial ekonomi tiap orang ini kan beda-beda, tapi apakah dengan budget yang minim terus orang nggak bisa modif? Gak juga. Itu semua bisa kita lakukan dengan nawarin beberapa pilihan,” ujarnya.
“Kita banyak kok yang budget minim banget menurut kita, tapi ya masuk akal. Karena kan kebutuhannya beda-beda,” lanjutnya.
Menurut Dennil, modifikasi Vespa tidak boleh memaksa, harus sesuai budget dan kebutuhan. Buat pemakai Vespa harian, Dennil menyarankan tak perlu sampai bore up atau meningkatkan power kendaraan, tapi cukup dengan upgrade CVT.
“Kalau cuma buat harian, kita bilang nggak perlu sampe bore up, ngapain? Karena bore up ini kan kalau kita udah senang road trip jauh nih, misalnya touring ke Bali, itu power mesinnya gede kan, napasnya juga panjang,” tuturnya.
Selain CVT, kalau masih ada dana berlebih dan mau peremajaan, Vespa yang dipakai harian bisa diganti koplingnya, variator, belt, hingga filter udara.
“Kita kasih tahu juga, kalau sudah modif ekstrem, motor kencang ini kan banyak faktor. Jangan lupa kaki-kaki harus mumpuni, remnya juga harus dipikirin. Jangan sampai motor bisa ngebut tapi kebablasan,” ia mengingatkan.
Sebelum pulang, kami juga diberi tahu dua jenis pelanggan yang biasanya tak mereka terima di Scooter VIP. Pertama, mereka yang ingin modif di luar pakem dan mengganti part-part Vespa dengan yang tidak sesuai.
“Kalau kita namanya sudah mesti ngakal-ngakalin, itu yang saya hindari. Karena PNP-nya bukan plug and play, tapi lebih ke paksa and pasang,” ujarnya. “Jadi substitusi part dari brand lain, yang bukan punya Vespa, sebenarnya ini nggak kompatibel, tapi dipaksa-paksain. Jadi yang sudah ngaco-ngaco biasanya saya nggak mau ngeladenin.”
Kedua, pelanggan di bawah umur yang belum punya KTP dan mau bore up mesin.
“Saya nggak menerima bore up untuk anak-anak yang belum punya KTP. Karena itu bisa jadi masalah dengan orang tuanya. Nanti kita yang disalahkan,” ujar Dennil.
“Kalau sudah punya KTP terus dia bore up, kita nggak bisa disalahin. Karena kalau dia punya KTP, dia milih presiden saja boleh, masak milih modifikasi nggak boleh?” tandasnya.