ERA.id - Munculnya Sanna Marin sebagai perdana menteri Finlandia di usia 34 tahun - menjadikannya salah satu orang termuda di dunia untuk posisi ini - bukan suatu hal yang sangat mengejutkan di tahun 2019. Banyak pihak memandang Marin, anak muda 'milenial', adalah pilihan paling tepat di tengah situasi Finlandia yang makin terpolarisasi.
Tak Muncul Begitu Saja
Marin, yang memasuki karir politik di tahun 2015, mewarisi koalisi pemerintahan yang rapuh saat ia disumpah sebagai perdana menteri pada 10 Oktober 2019. Seperti dilaporkan koran the New York Times, satu pekan sebelumnya internal koalisi pemerintahan Finlandia tak sreg dengan cara PM Antti Rinne menangani aksi mogok pegawai pos setempat.
Ketika Rinne akhirnya mundur, Finlandia juga baru mengalami atmosfer polarisasi yang makin tajam. Partai Social Democrats pendukung pemerintah ternyata makin ditempel ketat oleh Finns Party yang konservatif dan populis dalam pemilu di bulan April.
Pembentukan koalisi baru, memicu pemilu ulang, terlalu riskan. Maka, pilihan pun jatuh pada sosok Sanna Marin. Namun, meski masih kelahiran 1985, banyak pihak tidak melihat Marin sebagai anak kemarin sore.
"Dia tidak muncul begitu saja," kata Johanna Kantola, seorang guru besar studi gender di Universitas Tampere di Finlandia. "Sosoknya cukup disukai."
Bukan Pencari Perhatian
Sanna Marin muncul dari kalangan wanita muda yang tampil di kancah politik di Finlandia. Empat partai pemerintah kala itu dipimpin oleh politisi perempuan, dan tiga di antaranya berusia kurang dari 35 tahun.
Sosoknya naik daun setelah menjadi pimpinan Konsul Tampere City dari tahun 2013 hingga 2017. Kala itu sejumlah video di YouTube menampilkan dirinya memimpin rapat dengan penuh semangat dan kadangkala penuh debat, menjadikannya buah bibir publik nasional.
Prof Kantola mengatakan bahwa Marin disukai karena caranya mengendalikan situasi. "Ia sangat terfokus pada kebijakan dan berbagai isu, jadi ia ingin berbicara tentang kebijakan, bukan menarik perhatian sekadar tentang sosoknya saja."
Masuk sebagai anggota Parlemen di tahun 2015, Marin dipilih kembali pada Mei 2019, kemudian bertugas sebagai Menteri Transportasi dan Komunikasi. Prof Kantola, dikutip dari New York Times, menyetujui bahwa Marin adalah pilihan paling masuk akal sebagai perdana menteri.
"Finlandia tidak akan berakhir dalam empat tahun, namun, daam waktu itu negara ini bisa menjadi lebih baik," kata Marin dalam sebuah tulisan. "Itulah yang sedang kami kerjakan. Saya ingin membangun suatu masyarakat di mana setiap anak bisa menjadi apapun yang ia inginkan, dan setiap orang bisa hidup dan bertumbuh dengan penuh martabat."
Marin yang lahir di Helsinki pada 1985 kerap berpindah-pindah tempat tinggal saat masih kecil. Orang tuanya berpisah, dan ia pun dirawat oleh ibu yang memiliki partner seorang perempuan. Marin belakangan mengaku sempat merasa kesulitan membuka diri tentang identitas keluarganya.
Saat ini Marin tinggal di kota Tampere bersama suami dan putrinya. Ia mengakui latar belakang keluarganya telah membentuk karir politiknya.
"Bagi saya, hak asasi manusia dan kesetaraan warga bukan nlagi sekadar pandangan subyektif, tapi merupakan dasar dari pemahaman moral saya," tulisnya dalam sebuah pernyataan.
"Saya bergabung ke politik karena saya ingin mempengaruhi bagaimana masyarakat melihat para warga dan hak-hak mereka."
Pandemi COVID-19 menjadi medan pembuktian Sanna Marin sebagai pemimpin muda Finlandia, dan kiprahnya di sini menuai pujian. Tanpa berlama-lama menjalani 'bulan madu', Marin langsung menerapkan karantina total di bulan Maret, dan melarang perjalanan antar daerah di dalam negeri.
Kepemimpinan Marin menjadikan kasus COVID-19 di Finlandia berada pada tingkat seperlima dari angka rata-rata kasus di Eropa. Tak heran ia lalu dinominasikan sebagai satu dari 100 pemimpin paling berpengaruh di masa depan menurut Majalah TIME.
"Globally, Sanna Marin (@MarinSanna) has been celebrated for becoming Prime Minister so young. However, she is not a political novice, and during the pandemic, she has proved that good leadership does not depend on age," says @erna_solberg #TIME100Next https://t.co/QyXO6YA2t9 pic.twitter.com/RCXZJ1jUhb
— TIME (@TIME) February 17, 2021
Dalam tulisannya di TIME, Erna Solberg mengajukan sosok Sanna Marin sebagai bukti bahwa "kepemimpinan tidak tergantung pada usia seseorang". Di sisi lain, Marin menjadi jawaban atas tatanan politik di Finlandia yang dulunya didominasi kaum laki-laki.
Marin kini menjadi pemimpin sebuah pemerintahan di mana para pejabatnya adalah kaum muda, berpandangan liberal, dan mencakup lebih banyak politisi perempuan. Bersama mereka ia kerap memperjuangkan agenda dan kebijakan soal kebijakan iklim, kesetaraan, dan kesejahteraan sosial.